Sejarah Baru Kota Roma - Berita Olahraga | Betting Online | Kasino Online

Sejarah Baru Kota Roma

Lionel Messi dan Andres Iniesta seharusnya menjalani sebuah laga yang menyenangkan, dan mungkin seharusnya tidak terlalu melelahkan. Keduanya menjadi duo pertama yang tampil bersama dalam 100 laga Liga Chmapions UEFA. Pencapaian yang seharusnya dirayakan bersamaan dengan kelolosan mereka ke babak semifinal ajang tertinggi klub-klub Eropa.

Namun sepakbola tidak sesederhana persoalan matematika.

Berhasil unggul 4-1 di leg 1 di Camp Nou, Barcelona seharusnya berada dalam posisi yang “cukup” aman untuk melaju ke babak 4 besar. Sayangnya AS Roma punya skenario berbeda. Wajib menang 3 gol tanpa balas jika ingin lolos otomatis, Roma tidak diunggulkan untuk menciptakan keajaiban. Wajar saja, dalam sejarah hanya ada Deportivo La Coruna di musim 2003/2004 dan Barcelona pada musim lalu sebagai titik ukur momen ajaib tersebut.

Memulai laga di stadiun Olimpico, Barcelona tidak memainkan pemain terbaik mereka dan bermain cukup pragmatis sedari awal. Benar saja, determinasi dan mobilitas pemain Roma memberikan ketidaknyamanan bagi para pemain belakang Barcelona untuk melakukan build-up play. Tidak heran di menit ke-6 Edin Dzeko berhasil memulai comeback mustahil Roma dengan sontekan ke gawang Ter Stegen setelah mengalahkan Samuel Umtiti dan Gerard Pique dalam duel perebutan bola.

Melihat Barcelona yang tetap tampil pragmatis, Roma memberikan segalanya dan bahkan nyaris unggul 2 gol di babak pertama melalui sundulan Dzeko yang masih mampu ditepis Ter Stegen. Hal ini membuat banyak pihak semakin yakin bahwa Barcelona terlalu bergantung kepada Lionel Messi. Andai Messi tampil buruk dan terisolir, Barcelona seakan kehilangan arah terutama dibawah kepelatihan Valverde musim ini. Barcelona tampil tanpa mampu mengganggu dominasi Strootman, Nainggolan, serta De Rossi sebagai penguasa lini tengah lapangan.

Melihat Barcelona yang masih tidak terkalahkan di ajang La Liga, banyak suara berkata bahwa keberuntungan masih berpihak pada mereka karena Messi kerap tampil sebagai penyelamat dengan didukung oleh rentetan gol Suarez di awal musim. Selebihnya Barcelona dinilai bermain tidak selayaknya seperti Barcelona di musim-musim sebelumnya.

Benar saja, pilihan Valverde untuk bermain lebih dalam membawa petaka. De Rossi sukses menceploskan bola melalui titik penalti di menit ke-58 setelah Pique dengan putus asa menjegal upaya Dzeko di dalam kotak terlarang. De Rossi seakan membalas gol bunuh diri yang Ia cetak di leg-1. Dan seketika stadiun Olimpico bergemuruh menantikan keajaiban yang semakin dekat.

Barcelona yang akhirnya memasukan Ousmane Dembele, Fransisco Alcacer, serta Andre Gomes pun nyatanya tak mampu memberikan perubahan berarti. Arah permainan sudah terlalu sulit diubah setelah dominasi pertandingan Roma secara menyeluruh dari menit awal. Ter Stegen yang sempat memberikan asa pada timnya setelah menahan tendangan El Sharaawy ternyata harus tertunduk lesu di menit ke-82. Sundulan Kostas Manolas menyambut umpan tendangan penjuru Kolarov tidak mampu dibendung pemain Barcelona dan membawa misi mustahil Roma terealisasi. Manolas, sama seperti De Rossi, juga menjadi pesakitan yang mencetak gol bunuh diri bagi Roma di leg-1. Sebuah pembalasan yang teramat sempurna.

3-0 untuk AS Roma menghadapi Barcelona.

Meski sempat dibuat tegang akibat tendangan spekulasi Dembele ke gawang Roma yang kosong, AS Roma berhasil menyelesaikan misi mustahil tersebut. Stadiun Olimpico bergemuruh dan pemandangan fantastis nampak tertangkap di setiap sudutnya. Para pendukung berpelukan dan menangis. Para pemain dan staff berhamburan bagaikan baru saja memenangkan sebuah piala di laga puncak. Meski terkesan berlebihan tapi rasanya wajar melihat kegembiraan para pemain dan pendukung Roma. Mereka berhasil menembus babak semifinal Liga Champions untuk pertama kalinya setelah terakhir kali berhasil lolos di musim 1983/1984 saat kejuaraan ini belum berubah nama.

Iniesta hanya mampu menatap jauh penuh penyesalan dari bangku cadangan. Messi tak mampu berkata-kata dan terlihat begitu lemah bagai dikelilingi deretan bebatuan kryptonite. Laga yang seharusnya menjadi pemicu kesuksesan mereka di musim ini hancur tak bersisa di tangan kejamnya sang dewi sepakbola melalui para gladiator dari Roma.

Dini hari tadi (WIB), kota Roma mempunyai catatan sejarah baru setelah sekian lama hanya dikenal melalui bangunan Colloseum serta negara Vatikan yang berdiri di dalam kota Roma tersebut. Tidak lagi hanya berbicara tentang loyalitas seorang Fransesco Totti, tapi kini juga mempunyai catatan sejarah tentang salah satu laga dan comeback terbaik dalam sejarah sepakbola Eropa.

Pertandingan ini jelas akan terus tercatat dalam sejarah kota Roma dan tentunya, dalam sejarah sepakbola dunia.

Mission accomplished!

Popular News

IMG_4202
Sabar/Reza Juara Spain Masters, Menang Dramatis Lawan Malaysia
31 March 2024
Sabar Karyaman Gutama/Mohammad Reza Pahlevi Isfahani berhasil menjuarai Spain Masters...
8
Duet Gia dan Megawati Pencetak Poin Red Sparks Musim Ini
31 March 2024
Giovanna Milana alias Gia menyatakan tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada...
navii
NAVI melaju ke final Copenhagen Major atas G2
31 March 2024
Natus Vincere muncul sebagai pemenang semifinal kedua PGL Major Copenhagen, mengamankan...
fz
FaZe mengalahkan Vitality untuk mendapatkan tempat terakhir Major
31 March 2024
FaZe menjadi grand finalis pertama PGL Major Copenhagen setelah mengalahkan Vitality...
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter

SHARE THIS ARTICLE WITH FRIENDS

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on google
Google+

Leave a Comment

Your email address will not be published.