Memenangkan sebuah turnamen akbar dengan gengsi nomor satu seperti Liga Champions tentu menjadi sebuah prestasi yang diidamkan banyak tim di seluruh belahan Eropa. Memenanginya satu kali saja bukan pekerjaan yang mudah. Buktinya, banyak tim kelas atas Eropa, maupun pemain kelas wahid dunia yang hingga saat ini tak sekalipun merasakan kebanggaan mengangkat tinggi trofi si kuping besar.
Jadi, jika ada sebuah tim di jaman ini yang memenangi turnamen ini 3 kali beruntun, mereka jelas harus punya sesuatu yang besar untuk ditumbalkan. Entah melalui nasih buruk alias kesialan, ataupun kekalahan memalukan yang akan menjatuhkan mereka kembali ke bumi. Apalagi, kita tahu tim bernuansa putih-putih ini sering kali menang dengan cara yang tak terpikirkan oleh akal sehat. Mulai dari kinerja wasit yang absurd, kiper lawan yang tiba-tiba kehilangan otaknya, hingga cara mencederai lawan yang ramai diperbincangkan.
Real Madrid sebagai tim yang dibahas diatas kini nampak kembali membumi. Hukuman dewa sepakbola telah jatuh dan 2 tim identik bernama Barcelona serta Ajax Amsterdam dipilih sebagai algojo yang menghukum kesombongan El Real dalam 3 musim terakhir. Sebagai tim bertabur bintang dan prestasi, musim 2018/2019 ini Real Madrid tampil hancur lebur dan dipastikan tak meraih satu trofipun pada akhir musim nanti. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Real Madrid kalah 4 kali secara beruntun di hadapan publiknya sendiri. Santiago Bernabeu seakan menjadi kawasan latihan bagi Barcelona, Ajax, hingga Girona.
Madrid yang telah jauh tertinggal di ajang La Liga dan tersingkir dari Copa del rey ternyata tak lagi berhasil menyelamatkan diri melalui ajang Liga Champions yang kata banyak orang ber-DNA putih warna kebanggan tim ibukota Spanyol tersebut. Unggul 1-2 di leg 1, Madrid seakan dihalangi oleh “Tangan Setan” yang tak membiarkan bola masuk ke gawang Andre Onana. 20 tendangan ke gawang nyatanya hanya berbuah 1 gol bagi Madrid. Bahkan 2 kali usaha Madrid digagalkan oleh mistar gawang. Belum pula dengan terpelesetnya Benzema saat sudah berdiri bebas di depang gawang Ajax. Dan hal yang sama terjadi seperti saat mereka menghadapi Barcelona di ajang Copa del Rey. Efektivitas Ajax menghukum lini pertahanan Madrid yang seakan tak berdaya dan dipenuhi celah.
Dusan Tadic menjadi tokoh utama dalam pertandingan ini dengan 1 gol dan 2 assists. Tadic yang sebelumnya hanya berstatus pemain biasa dari Southampton kini berdiri sejajar dengan para legenda yang sebelumnya juga pernah memporak porandakan Bernabeu. Tadic kini berdiri sejajar dengan Del Piero, Messi, Ronaldinho, Lewandowski, hingga Thiery Henry.
Berbagai usaha Madrid seakan sirna oleh magis yang dikeluarkan oleh para pemain Ajax. Hakim Ziyech menjadi pemicu awal kehancuran Madrid sebelum Neres dan Tadic melengkapi comeback sensasional mereka untuk melaju ke babak berikutnya. Tak berhenti sampai disitu, gol tendangan bebas cantik Lasse Schone seakan menambah luka dan malu Madrid di hadapan jutaan pasang mata di seluruh dunia.
Madrid seakan kehilangan seluruh kemampuan mereka dalam beberapa pertandingan terakhir. Nasib sial bahkan tak mampu mereka tepis meski bermain di hadapan publik sendiri. Mungkin Solari paham bahwa seluruh karma Madrid kini jatuh pada tim yang Ia besut saat ini. Itulah mengapa banyak orang paham keputusan Zidane yang mundur secara mendadak.
Satu hal yang pasti, kegagalan Madrid kali ini memberikan angin segar pada 3 pihak yang pastinya kini tersenyum lebar melihat hasil minor Madrid belakangan ini. Mereka adalah Zidane, Ronaldo, dan juga Lopetegui.