Kesempatan emas Indonesia untuk mendulang 3 poin penuh pada babak kualifikasi Piala Dunia 2022 telah menguap setelah kalah 2-3 dari Malaysia Kamis pekan lalu. Kekecewaan juga bertambah karena tindakan tanpa otak yang dilakukan oknum pendukung tak bertanggung jawab sehingga sempat mengganggu jalannya pertandingan. 2 hal diatas sudah cukup membuat kita semakin pesimis dengan prestasi tim nasional kita. Tentu saya tidak mau menambahkan embel kebanggaan setelah kata tim nasional karena saya tidak mau diteriaki sebagai munafik. Prestasi pemain bulu tangkis kita jauh lebih membanggakan. Meski nampaknya hal itu sulit berlanjut di masa depan.
Malam nanti Indonesia akan berhadapan dengan tim terkuat Asia Tenggara, Thailand. Sampai Senin malam kemarin, PSSI mengaku bahwa baru 7000 lembar tiket terjual untuk laga di SUGBK tersebut. Masyarakat mulai tidak antusias. Toh kekalahan dan kerusuhan di laga kontra Malaysia sudah cukup membuat kita mengucap selamat tinggal pada Piala Dunia 2022. Toh, sebelum kalah pun memang kalian berani bermimpi untuk mampu berlaga di Qatar 3 tahun mendatang?
Tim nasional Indonesia kini cuma perlu menyelamatkan harga diri mereka. Jika memang sudah terbiasa kalah, setidaknya janganlah kalah dengan skor besar. Jika sudah terbiasa tak lolos grup, berusahalah untuk setidaknya tak menjadi juru kunci. Masyarakat nampak sudah lelah dengan tidak adanya harapan di cabang olahraga yang paling digilai ini. Pelatih macam apapun takkan mampu menyelamatkan wajah sepakbola Indonesia. Bukan masalah benci, tapi lebih baik kita bersikap realis agar tak kecewa saat hasil buruk harus kita terima secara ril nanti.
Sepakbola bukan jadi satu – satunya berita duka dalam sepekan terakhir. Cabang olahraga bulu tangkis juga mendapatkan bagian setelah drama KPAI dan Yayasana Lentera antah berantah mengakibatkan PB Djarum undur diri sebagai lembaga beasiswa pendidikan bulu tangkis anak – anak mulai tahun 2020 mendatang. Selamat tinggal juga nampak harus siap kita layangkan pada medali emas Olimpiade beberapa edisi mendatang.
Mungkin oknum – oknum tanpa otak ini lupa bahwa olahraga adalah alat pemersatu bangsa. Mungkin mereka tak mengerti, atau mungkin mereka terlalu bodoh amat akan harga diri bangsa yang dipertaruhkan setiap saat anak – anak bangsa bertanding.