El Clasico Sabtu kemarin membawa Real Madrid memperpanjang rekor mereka mencapai 33 pertandingan tanpa terkalahkan di semua ajang secara beruntun. Gol sundulan menit akhir dari sang kapten Sergio Ramos menyelamatkan 1 poin berharga bagi El Real di Camp Nou.
Barcelona seharusnya mampu menghabisi pertandingan dengan margin lebih dari 1 gol. Sepakan Neymar dan Lionel Messi yang tak terkawal sayangnya tidak tepat menemui sasaran. Pada babak ke-2 praktis hanya sepakan bola mati dan proses serangan balik yang menjadi andalan Real Madrid untuk menembus baris pertahanan Barcelona. Mereka juga patut berterima kasih pada Casemiro berkat sundulannya di detik akhir lagi yang membuang bola dari garis gawang Madrid setelah kemelut hasil sepakan bola mati Barcelona.
Pada pertandingan El Clasiso terbaru itu, banyak pengamat serta rumah taruhan yang lebih menjagokan Real Madrid untuk meraih 3 poin di kandang Barcelona. Alasannya jelas berkat performa timpang yang ditampilkan kedua belah tim dalam beberapa minggu terakhir sebelum El Clasico dimulai. Real Madrid terus tancap gas dengan meraih rentetan kemenangan beruntun, sedangkan Barcelona terseok-seok kala harus meraih beberapa hasil seri dan imbang. Selisih 6 poin pun membentang diantara kedua rival abadi tersebut hingga pekan ke-14 Liga Spanyol musim ini untuk keunggulan Real Madrid.
Pada laga tersebut, Barcelona sebetulnya menampilkan permainan terbaik mereka di babak ke-2. Kurang dari semenit setelah menggantikan Ivan Rakitic, maestro yang selama beberapa minggu kemarin menepi di pinggir lapangan karena cedera telah kembali bangkit sebagai pemimpin orkestra dan roh permainan Barcelona. Andres Iniesta membawa Barcelona melantukan melodi indah melalui iringan visinya dalam memimpin lini tengah lapangan.
Kita bisa lihat bagaimana aksinya sesaat setelah masuk lapangan. Diawali sesaat setelah menerima umpan dari Gerard Pique, kakinya mengirim umpan 1-2 dengan Messi dan aksi Iniesta itu menjadi awal rentetan 31 total umpan yang membuat para pemain Madrid kewalahan menguasai dan mencuri bola. Kejeniusannya kembali terlihat kala Iniesta menjadi otak dibalik serangan cepat Neymar yang sayang sekali tidak berbuah gol. Belum lagi aksinya melakukan umpan terobosan melewati 3-4 pemain untuk membuka gembok pertahanan Madrid ke kaki Messi yang juga sayangnya menyia-nyiakan peluang tersebut.
Memang pada akhirnya kedua tim harus puas dengan hasil imbang ini. Namun jelas sekali kehadiran Iniesta membawa perubahan dan angin segar bagi Barcelona. Apa yang kurang dan hilang dalam beberapa minggu terakhir ini seakan mendapatkan kembali kepingannya dalam diri Iniesta di tengah lapangan hijau. Bahkan kejeniusan Iniesta sering membuatnya dianggap memiliki 3 buah mata ketika menguasai dan membagikan bola di lapangan.
Iniesta juga sering disebut memiliki IQ atau Intellectual Intelligence yang lebih tinggi dibandingkan pesepakbola lainnya. Hal ini lah yang menjadikan sebuah lembaga penelitian bernama Karolinska Institute di Stockholm, Swedia, salah satu lembaga penelitian medik universitas yang paling ternama di dunia tertarik meneliti lebih jauh fungsi otak dan IQ Iniesta. Mereka menjabarkan semua perkara tersebut ke dalam beberapa aspek melalui sebuah simulasi permainan di laboratorium mereka.
Lembaga ini menyaring 57 pemain sepakbola, baik itu pria maupun wanita, dalam kisaran yang sama dari 3 divisi liga teratas di Swedia. Tujuan mereka cukup simpel. Mereka ingin mengetahui fungsi otak para pemain dalam mengeksekusi sebuah kejadian dalam bentuk problem-solving, planning, multitasking, flexibility, dan kemampuan meracik sesuatu yang orisinil ataupun baru (ability to deal with novelty).
Hasil ini sempat menjadi perbincangan karena apa yang terjadi adalah hasil akhir menunjukkan bahwa para pemain profesional ataupun semipro memiliki paham intelektual yang lebih tinggi dibandingkan populasi normal lainnya. Hasil yang lebih mengejutkan lagi adalah mereka bisa memperkirakan rataan jumlah gol dan assist dari pemain tersebut untuk 2 tahun ke depan.
Iniesta dan mantan kompatriotnya di tim nasional Spanyol serta Barcelona, Xavi Hernandez pernah menjalani tes serupa. Menurut pengakuan Profesor Predrag Petrovic, mereka berdua sama-sama baru saja menjalani pertandingan pada hari sebelum tes dilakukan dan melakukan latihan dalam porsi yang menyeimbangkan kondisi kedua pemain Spanyol tersebut pada level yang tidak tengah berada pada kondisi puncak. Hasilnya Iniesta unggul 0.1% dalam aspek design fluency (tes dalam hal membentuk sebuah objek baru dari potongan garis ataupun objek yang tersedia dan juga menggambar sketsa tertentu dalam waktu yang sangat terbatas). Iniesta juga mencatatkan skor luar biasa dalam aspek inhibition (sebuah aspek yang memampukan Iniesta menilai respon tingkah pribadi lain dan mempermudah tugas pribadi tersebut untuk mengeksekusinya). Xavi sendiri mencatatkan nilai yang impresif dalam aspek imagination, scanning ability, serta analysis.
Meski memang belum banyak diaplikasikan kepada pemain-pemain muda karena tidak 100% bisa membuktikan kinerja sang pemain di lapangan, Iniesta menunjukkan bahwa sepakbola adalah permainan sederhana yang tidak hanya mengandalkan otot namun juga memerlukan kecerdasan serta kreatifitas otak manusia. Hal ini membuka peluang bagi masa depan klub-klub bola dunia untuk menggunakan penelitian itu sebagai salah satu tolak ukur untuk menilai pemain tanpa harus selalu percaya kepada hasil investigasi para pencari bakat secara blak-blakan.
Iniesta adalah salah satu yang terbaik dalam hal menguasi ruang dan waktu di lapangan hijau. Bahkan maestro sekelah Zinedine Zidane, Andrea Pirlo, Luis Figo, serta Maradona mengakui bahwa Iniesta adalah seorang penguasa dimensi lain yang seakan menghisap pemain lain ke dalam permainannya yang begitu anggun, indah, namun begitu mudah dan dicerna bagi para penontonnya.
Tangan kanan Johan Cruyff, Tonny Bruins mengajarkan konsep total football dengan menggunakan gambaran objek di sebuah papan tulis. Para pemain lainnya bertanya dengan sedikit keheranan. “Itukah semua yang perlu kita ketahui?”. Bruins menjawab dengan santai, “Ya. Betul. Hanya ini yang perlu kalian ketahui. Sepakbola itu sangatlah simpel. Kalian membagi lapangan menjadi susunan-susunan segitiga dan kuncinya adalah untuk terus menguasai bola secara superior selama mungkin.”
Dan untuk bermain secara simpel, Iniesta adalah yang terbaik diantara semuanya. Iniesta jelas memiliki salah satu otak terbaik dalam sejarah sepakbola dunia selama ini.
Artikel ini terinspirasi oleh kolumnis The Guardian, Sean Ingle dalam investigasinya perihal Iniesta serta permainan sepakbolanya di lapangan hijau.