Tak berlebihan jika Philipp Lahm disebut sebagai legenda sepak bola Jerman paling spesial. Dianugerahi sebagai versatile (fleksibel lebih dari satu posisi), Lahm kemudian menjadi satu-satunya personel Die Mannshaft yang tampil di tiga posisi berbeda pada tiga edisi Piala Dunia.
Pada Piala Dunia 2006 yang dihelat di Jerman, Lahm dipercaya sebagai bek kiri oleh pelatih Juergen Klinsmann. Empat tahun kemudian, ia dikembalikan ke posisi naturalnya, bek kanan oleh Joachim Loew.
Sementara di Piala Dunia Brasil 2014, Lahm berganti peran sebagai gelandang di bawah kendali Loew. Dengan posisi inilah Lahm justru sukses mengantar Jerman meraih trofi tertinggi pesta sepak bola dunia usai membungkam Argentina 1-0 di laga puncak.
Loew berani menugaskan Lahm sebagai gelandang karena musim sebelumnya tampil memesona di posisi yang sama bersama Bayern Munich.
Dengan kejeniusan membaca permainan, Lahm sukses memeragakan peran sebagai holding midfielder di bawah arahan pelatih Munich saat itu, Pep Guardiola.
Si Mungil Cerdas
Jika dibandingkan pemain Jerman lainnya, postur tubuh Lahm terbilang cukup mungil (170cm). Namun, kekurangan fisiknya ditutupi dengan otak jenius yang dimiliki.
Lahm barangkali bukan pemain spektakuler. Ia tidak diberkati dengan kecepatan luar biasa dan punya tembakan menggelegar seperti Roberto Carlos ataupun Gareth Bale. Namun, setiap pelatih yang pernah mengasuhnya kerap melontarkan pujian ‘jenius’.
Salah satu pujian datang dari Guardiola. Meski pernah menangani sederet pemain bintang di Barcelona, namun pelatih asal Spanyol itu menobatkan Lahm sebagai pemain paling jenius yang pernah dilihatnya.
“Philipp Lahm mungkin pemain paling cerdas yang pernah saya tangani sepanjang karier melatih. Lahm berada di level lain,” ucap Guardiola.
Pemilik nomor punggung 21 itu dikenal sebagai pemain yang selalu berada di posisi yang tepat di waktu yang tepat. Ia bisa mengatur tempo dengan tenang layaknya mantan jenderal lapangan tengah Barcelona, Xavi Hernandez.
Lahm juga dianugerahi kemampuan membaca permainan. Ia memiliki naluri untuk memahami secara persis apa yang akan terjadi tiga, lima atau 10 detik ke depan.
Pemain yang kini berusia 33 tahun itu piawai mengatur tempo permainan dan bisa membaca pola permainan lawan. Sebuah anugerah lain yang dimiliki Lahm.
Asisten pelatih Munich Hermann Gerland menjadi orang yang begitu mengenal sosok Lahm. Gerland yang sempat menangani skuat muda Munich, sudah takjub menyaksikan cara bermain Lahm saat masih belia.
Postur tubuh mungil membuat Lahm sempat kelimpungan menembus skuat utama Munich. Namun, Gerland tetap menaruh keyakinan bahwa Lahm bakal menjadi bintang.
“Saya mengatakan kepadanya bahwa jika ia tidak bermain untuk Bayern, saya akan melemparkan lisensi saya dan pergi untuk menjadi pelatih polo air pelatih,” ujarnya.
Prediksi Gerland tak meleset. Lahm berhasil menembus tim senior Munich pada musim 2002/2003. Sempat dipinjamkan selama dua musim di VfB Stuttgart, ia kembali ke Munich sebagai pemain bintang.
Sepanjang karirnya di dunia sepak bola, Lahm memiliki prestasi komplet. Bersama Munich, dia berhasil meraih tujuh gelar Liga Jerman, enam Piala Jerman, dan gelar Liga Champions 2013.
Trofi Piala Dunia Brasil 2014 menjadi gelar tertinggi yang telah dicapai Lahm.
Sumber foto: eurosport.com