Granit Xhaka sepertiny telah melakoni laga terakhirnya sebagai pemain Arsenal malam kemarin (WIB). Di laga pekan terakhir Liga Primer musim 2022/2023, Xhaka berhasil mencetak 2 gol ke gawang Wolverhampton Wanderers dan aksinya tersebut disambut gegap gempita tepuk tangan serta chant namanya saat sang pemain digantikan di babak ke-2.
Memulai karirnya di tahun 2016, Xhaka datang dengan harapan tinggi di era Arsene Wenger. Namun, 3 musim pertamanya berjalan cukup dinamis meski namanya banyak dikaitkan dengan beberapa blunder serta rentetang kartu kuning serta merah di laga-laganya bersama Arsenal. Puncaknya, di tahun 2019 saat bermain di bawah Unai Emery, Xhaka yang saat itu dipercaya sebagai kapten tim nampak sudah menemui jalan keluarnya dari Arsenal setelah tidak tahan dengan segala bentuk cemoohan dari pendukung timnya sendiri.
Bermain menghadapi Crystal Palace, Xhaka yang saat itu ditarik keluar dan diteriaki hujatan oleh pendukung Arsenal sendiri itu pun meledak hingga melupakan amarahnya. Gestur Xhaka yang seakan memprovokasi pendukung hingga membanting seragam Arsenal saat kembali ke bangku cadangan membuatnya nampak pasti segera dijual dan keluar dari tim London Utara tersebut.
Padahal, Ia datang sebagai harapan setelah tampil gemilang bersama Basel dan Borussia Monchengladbach. Saat itu Xhaka juga berhasil menjuara piala dunia U-17 bersama tim nasional Swiss. Sayang, perubahan posisi dan gaya bermainnya yang memnjadi lebih defensif di Arsenal membuatnya kesulitan berkembang di masa-masa awalnya bermain di Inggris.
Sampai musim lalu, meski sudah bermain jauh lebih baik semenjak kedatangan Mikel Arteta, takkan ada yang menyangka bahwa Xhaka bisa bermain sebaik dan seefektif musim ini. Xhaka menyumbang 7 gol di Liga Primer musim ini saat Arsenal memang menjalani musim paling produktif mereka dalam sejarah. Arsenal total mencetak 88 gol dan meraih jumlah kemenangan yang sama dengan tim Arsenal yang tak terkalahkan di musim 2003/2004.
Musim ini Xhaka menjelma menjadi salah satu pilar terpenting Arteta dan hal itu membuatnya sangat dicintai oleh para pendukung Arsenal. Sifat kepemimpinannya serta etos kerja yang tinggi membuatnya juga jadi sosok panutan di ruang ganti Arsenal yang banyak berisikan pemain muda.
Bukan rahasia lagi banyak sebenarnya yang mempertanyakan mengapa pelatih seperti Wenger, Emery, hingga Arteta masih terus mempercayai Xhaka andai Ia tak punya sebuah kemampuan yang mumpuni. Di tim nasional Swiss pun Xhaka menjabat sebagai kapten dan kerap tampil brilian di panggung besar seperti Piala Eropa dan Piala Dunia. Ini membuktikan bagaimana Xhaka sebenarnya mampu bermain terus di level tertinggi terlepas dari pergantian sistem dan pelatih yang terjadi.
Kini usai 7 musim membela Arsenal, Xhaka mungkin paham betul bahwa waktunya sudah habis dalam membawa tim ini melalui masa transisi. Bersama Arteta, Arsenal akan memperkuat diri dan Xhaka paham bahwa bisa saja dirinya takkan lagi jadi pilihan utama. Dan saat musim ini mimpinya hampir terkabul, Xhaka semakin paham bahwa mungkin Arsenal sudah bukan lagi tempat dimana dirinya sepenuhnya dibutuhkan. Musim depan Xhaka kabarnya akan segera merapat kembali ke Jerman bersama Bayer Leverkusen.
Akhir kisahnya di Arsenal berakhir sungguh indah meski tak sempurna. Namun bagi Xhaka yang kini sudah menjadi pahlawan bagi tim asal London Utara tersebut, semua hal yang Ia miliki saat ini nampaknya sudah lebih dari cukup. Tak seindah yang mungkin Ia harapkan, tapi jelas memberikan banyak rasa cinta dan kepuasan yang sulit dilawan oleh pemain manapun jika menghadapi situasi yang sama.
Thank you for everything Xhaka! Forever with us. Forever Arsenal.