Pertandingan final Copa America Centenario 2016 seperti sudah ditakdirkan sebagai malam pengesahan bagi Lionel Messi. Final tersebut layaknya akan mempertegas status Messi sebagai salah satu pesepakbola terbaik, atau jika kalian ingin, menasbihkannya sebagai yang terbaik bagi generasi saat ini. Final tersebut harusnya akan menghapus segala keraguan banyak pihak untuk mempersandingkan Messi dengan sang mesias terdahulu, Diego Maradona. Namun, kenyataannya Sang Pencipta belum berkehendak sama dengan prediksi para manusia.
Bermain imbang 0-0 selama 120 menit menghadapi Chili bukanlah hal yang patut dianggap tabu. Melihat performa Chili sepanjang turnamen Copa America tahun ini, mereka layak dianggap sebagai salah satu kekuatan baru yang mampu mengguncang Rusia di tahun 2018 nanti. Mereka bahkan menghancurkan Meksiko 7 gol tanpa balas dalam perjalanan mereka menuju babak final.
Di atas kertas, Argentina yang pada babak grup berhasil mengalahkan Chili dengan skor 2-1 pantas percaya diri untuk mengakhiri puasa gelar mereka selama 23 tahun di panggung internasional. Dan kita semua tahu siapa yang layak menjadi sang pemeran utama dalam usaha Argentina meraih prestasi tersebut.
Pada pagelaran Copa America 2016 Messi tampil menggila dengan mencetak hattrick dalam kurun waktu kurang dari 35 menit. Ia bahkan melewati rekor sepanjang masa Gabriel Batistuta (54 gol) sebagai pencetak gol terbanyak bagi Argentina (Messi mencetak golnya yang ke 55 bagi Argentina) dengan tendangan bebas melengkungnya ke pojok kanan atas gawang Brad Guzan pada pertandingan semifinal melawan tuan rumah Amerika Serikat.
Sayangnya, saat panggung telah disiapkan, kegagalan masa lalu nampak masih belum mau meninggalkan Argentina beserta Messi didalamnya. Meski Chili sempat bermain dengan 10 orang setelah Marcelo Diaz dihadiahi kartu merah kedua pada menit ke 28 babak pertama, Marcus Rojo mengalami hak serupa pada menit ke 43 babak pertama hingga pertandingan kembali berjalan dengan jumlah pemain yang sama. Gonzalo Higuain juga kembali menjadi salah satu biang kerok kegagalan Argentina, sama seperti apa yang ia lakukan pada final Piala Dunia 2014 dan final Copa America 2015 lalu. Higuain gagal memaksimalkan peluang 1 lawan 1 di depan gawang untuk kesekian kalinya. Seandainya Higuain berhasil menjalankan tugasnya mungkin hasil akhir akan berbeda dari apa yang kita lihat sekarang.
Dan saat babak adu penalti dimulai, Arturo Vidal yang menjadi eksekutor pertama Chili gagal melakukan tugasnya dengan sempurna. Lionel Messi yang menjadi penendang pertama bagi Argentina bersiap memberikan keunggulan bagi negaranya. Ia tampak siap dan yakin. Namun bola ia tendang jauh dari sasaran ke arah kanan atas gawang Claudio Bravo.
Tragis.
Tidak banyak yang memprediksi Messi akan gagal. Mungkin begitupun dengan Messi sendiri yang tampak hancur setelah kemenangan Chili dipastikan dalam babak adu penalti tersebut.
Messi menangis dan hanya mampu duduk diam meratapi kegagalannya kali itu. 4 kekalahan pada pertandingan final dengan 3 diantaranya dialami dalam 3 tahun terakhir membuat siapapun orangnya, layak merasakan rasa sakit dan hancur yang mungkin akan sulit terobati dalam waktu singkat. Seperti yang kita semua tahu, Messi pun tidak terkecuali.
“Saya berusaha begitu keras untuk menjadi juara bersama Argentina. Tapi hal itu tidak terjadi. Saya tidak mampu melakukannya. Saya pikir ini yang terbaik bagi semua pihak, bagi saya dan bagi semua orang yang menginginkan hal itu terjadi. Bagi saya pilihan ini sudah berakhir, sudah saya putuskan. Saya sudah berjuang untuk menjadi juara bagi Argentina berkali-kali dan hal tersebut tidak pernah terjadi. Bermain bagi tim nasional sudah berakhir bagi saya. Menjadi juara bukanlah takdir saya setelah 4 kali pertandingan final. Keputusan telah saya ambil dan saya percaya akan hal itu.”
Jelas apa yang keluar dari mulut Messi setelah pertandingan berakhir diatas membuat banyak pihak menyerukan nada terkejut dan kecewa. Messi yang baru berusia 29 tahun dianggap masi pantas membela panji Argentina pada Piala Dunia 2018 mendatang.
Namun setelah mengalami 3 kekalahan di final Copa tahun 2007, 2015, dan 2016, serta kegagalan meraih trofi Piala Dunia 2014, nampaknya Messi merasa menjadi juara bersama Argentina bukanlah sesuatu yang dirancang untuk dirinya.
Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, kabarnya bukan hanya Messi yang akan mengakhiri masa baktinya untuk tim nasional Argentina. Javier Mascherano, Sergio Aguero, Angel di Maria, Lucas Biglia, Ezequiel Lavezzi, dan Gonzalo Higuain dikabarkan juga akan mengikuti jejak keputusan Messi untuk gantung sepatu bagi Argentina.
Entah apakah Messi benar serius dengan pernyataannya atau mungkin dirinya hanya sedang dibaluti oleh emosi dan kesedihan yang teramat sangat. Yang jelas, jika benar Messi berhenti membela panji Argentina pada kejuaraan internasional mendatang, maka sebuah era yang hebat telah mencapai akhirnya.
Era hebat yang tragis dan menyedihkan dimana salah satu pemain terbaik di muka bumi sepanjang masa mengakhiri karier internasionalnya dengan iringan duka dan air mata tanpa mahkota juara.