Sebuah pertunjukan, drama, teater, ataupun broadway, adalah hal yang amat digemari oleh warga kota New York. Tidaklah mengherankan jika sebagian dari mereka juga menyukai “drama” yang terjadi di dalam kehidupan nyata.
Salah satu drama yang sedang diminati oleh khalayak ramai adalah tentang hubungan Carmelo Anthony dan timnya, New York Knicks. Banyak rumor yang menyebutkan bahwa Melo, panggilan akrab dari Carmelo Anthony, sudah tidak diingini lagi oleh tim yang bermarkas di Madison Square Garden tersebut. Sejak bergabung pada awal tahun 2011, ayah dari 1 anak ini memang belum memberikan prestasi apapun bagi Knicks. Pencapaian yang selama ini diraih Melo hanyalah sebatas penghargaan individual. Mulai dari terpilih untuk pertandingan NBA All-Star, masuk kedalam All-NBA Team, menjadi pencetak rata-rata angka terbanyak dalam 1 musim, sampai memenangi penghargaan sebagai atlet Amerika terbaik untuk cabang olahraga bola basket.
Hanya saja prestasi individual pemain bernomor punggung 7 ini tidak diikuti dengan kesuksesan Knicks. Bersama Melo, Knicks selalu gagal dalam melaju ke babak final wilayah timur. Bahkan mereka tidak mampu lolos ke babak playoffs dalam 3 tahun terakhir. Rentetan hasil buruk ini tidak ayal membuat para fans geram. Kesabaran mereka perlahan mulai pudar, terutama saat tim-tim seperti Miami Heat dan Cleveland Cavaliers menuai kesuksesan besar.
Desas desus kepindahan Melo juga diperparah dengan retaknya hubungan antara sang pemain dengan Phil Jackson, yang notabene adalah Presiden dari New York Knicks. Pemikiran dari kedua belah pihak ini memang seringkali tidak sejalan, terutama dalam hal strategi di atas lapangan. Phil jelas menginginkan Knicks bermain dengan pola triangle offense, tetapi Melo terlihat lebih menyukai gaya permainan isolation.
Lalu dengan munculnya “jagoan” baru di kubu Knicks yang bernama Kristaps Porzingis, membuat posisi Melo, secara tidak langsung semakin terhimpit. Meski permainan Porzingis sejatinya belum terlalu matang, akan tetapi anak muda berkewarganegaraan Latvia ini memiliki 1 hal yang jarang terlihat di dalam diri Melo: determinasi.
Melo tetaplah seorang Melo. Ia masih memegang predikat superstar di usia-nya yang sudah menginjak 32 tahun. Produktifitas-nya jelas belum menurun, dengan ia masih mencatatkan rata-rata 23.1 poin, 3.0 assists, 6.2 rebounds per-pertandingan di musim ini. Kendati demikian, waktu Melo di kota New York tampaknya sudah hampir habis. Drama ini-pun akan segera usai, walau tidak menutup kemungkinan akan terjadinya drama lanjutan di kemudian hari.