11 dari 12 penggagas kompetisi Europa Super League (ESL) dipastikan mundur dari keterlibatan mereka akan kompetisi tersebut. Praktis hanya Real Madrid yang masih belum menetapkan suara karena faktor keterlibatan Fiorentino Perez sebagai salah satu sosok yang paling krusial di dalam wacana dijalankannya kompetisi ESL.
Beralih ke ajang Liga Champions, 3 dari 4 peserta tersisa merupakan 3 tim yang tadinya menjadi bagian dari kompetisi ESL. 3 dari 2 tim ini adalah Manchester City dan Chelsea yang sudah bulat untuk mengundurkan diri. Jika Paris Saint Germain bisa duduk tenang menunggu keputusan UEFA, Real Madrid masih menjadi sorotan utama karena belum secara terbuka mengambil keputusan terkait tindakan mereka lebih lanjut. Hal ini menyebabkan banyak pihak meragukan digelarnya laga semifinal antara Real Madrid menghadapi Chelsea.
Andai Madrid benar didiskualifikasi, hal ini tentu jadi kurang menarik dan kurang adil pula bagi Manchester City serta Paris Saint Germain. Chelsea sendiri pun mungkin takkan merasa puas masuk ke babak final dengan cara seperti ini. Ada baiknya UEFA tetap menyelesaikan kompetisi yang sudah berlangsung ini agar segala pihal tak dirugikan lebih jauh. Toh kalau memang batal digelar, UEFA harus membayar denda dan kompensasi pada pihak yang bertanggung jawab akan hak siar pertandingan ini ke seluruh penjuru dunia.
Perihal banyak pihak yang menginginkan hukuman bagi Manchester City, Chelsea, serta 11 tim pendiri yang kini sudah berbalik arah, saya rasa keputusan diberikannya hukuman ini sangat mungkin takkan terjadi. Walau dampak yang ditimbulkan dalam 3 hari terakhir ini memang sangat luar biasa, nampak konyol jika para petinggi di UEFA, FIFA, serta kepala kompetisi di tiap negara bagian di Eropa ini menjatuhkan hukuman kepada tim hanya karena sebuah ide atau gagasan. Toh, meski banyak berita perihal uang suap yang diberikan UEFA serta FIFA terus berkumandang, kita tidak punya bukti konkrit perihal hal ini. Artinya belum ada pihak yang dirugikan kecuali ke 12 klub pendiri yang menjadi incaran amukan para pendukung dan pakar sepakbola di seluruh dunia.
Hal ini tentu bisa saja menjadi celah bagi pemerintah di negara masing-masing untuk mengatur hukum yang berlaku guna mencegah hal yang sama terjadi lagi di kemudian hari. Jika memang bisa dibuat dengan regulasi yang jelas, seharusnya ke 12 tim ini cukup diberikan peringatan keras sebelum hukuman dijatuhkan. Lagipula seharusnya ke 12 tim pendiri ini sudah cukup kewalahan dan kerepotan menghadapi amukan masyarakat hingga saat ini. Hal ini belum diikuti protes berkelanjutan seperti apa yang akan dihadapi Stan Kroenke serta antek-anteknya di Arsenal.
Jadi, lebih baik lanjutkanlah apa yang sudah berjalan musim ini. Tak perlu menambah kesulitan baru yang ujung-ujungnya juga malah merugikan semua pihak. Untuk apa memperjuangkan sebuah ego lalu lantas malah menambah berbagai masalah pelik yang bisa semakin menjerumuskan nama baik olahraga sepakbola?
UEFA, sudahi semua drama yang muncul belakangan ini. Lebih baik berbenah agar tak lagi diusik dengan cara yang sedemikian pelik. Kalian sudah mendapatkan sistem ideal hasil permainan dan drama 72 jam terakhir ini dalam bentuk Swiss System yang jadi format baru di ajang Liga Champions tahun 2024 nanti.
Masih belum puas juga?