Di awal tahun, pembalap Mercedes, Lewis Hamilton, sempat menyuarakan perang melawan rasisme. Hal itu dilakukan Hamilton sebagai bentuk kepedulian atas kasus George Floyd di Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Di awal musim 2021, juara dunia tujuh kali itu kembali menyuarakan perlawanannya terhadap rasisme meski mendapat sedikit dukungan dari dalam F1.
“Di awal tahun saya sangat blak-blakan dan menyerukan pada Formula 1,” kata Hamilton.
“Pada saat itu adalah hal yang tepat bagi saya, tetapi saya menemukan bahwa ada saat-saat di mana Anda harus sangat diplomatis, di mana ada lebih banyak hal yang dapat Anda lakukan dengan diskusi di latar belakang, daripada mempermalukan orang.
“Saya melakukan percakapan, mencoba meminta pertanggungjawaban orang-orang dalam olahraga. Saya terus-menerus mengirim email, saya terus-menerus melakukan panggilan Zoom dengan Formula Satu dan menantang mereka seolah-olah mereka tidak ingin ditantang.” tambah Hamilton.
Hamilton berambisi untuk merebut gelar juara kedelapan kali. Ia ingin namanya diingat semua orang sebelum memutuskan untuk pensiun.
“Saya pikir saya ingin menjadi salah satu pembuat perubahan itu. Sebuah katalisator perubahan.” kata Hamilton.
“Saya sangat berharap sepuluh tahun dari sekarang saya dapat melihat ke belakang dan mengatakan bahwa saya memaksimalkan waktu saya dan saya membuat pilihan yang tepat dan saya benar-benar memiliki dampak positif.” tambah Hamilton.
Hamilton menunjukkan kualitas sebagai juara bertahan F1. Ia sukses mengatasi perlawanan pembalap Red Bull Racing, Max Verstappen, untuk memenangkan ajang pembuka musim 2021 yakni GP Bahrain.
“Jika saya tidak mencintai balapan ini, jika apa yang kalian kejar semata-mata adalah pencapaian, jika semua yang kalian kejar adalah gelar, saya merasa saya bisa kehilangan arah,” kata Hamilton.
“Tentunya ini adalah impian utama menjadi juara dunia delapan kali, tapi saya rasa itu tidak semestinya menjadi faktor yang menentukan apakah saya tetap tinggal atau terus maju ke depan,” tambahnya.