Hanifan Yudani Kusumah menjadi perhatian kala aksinya memeluk Presiden Joko Widodo dan Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia Prabowo Subianto secara bersamaan usai memastikan medali emas kelas C putra 55-60kg Asian Games 2018.
Hanifan melakukan aksi tersebut di Padepokan Pencak Silat Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Rabu, (29/8).
Lewat pelukannya, Hanifan ingin memberi tahu masyarakat Indonesia bahwa tidak ada masalah apapun di antara Jokowi dan Prabowo yang merupakan calon Presiden 2019.
“Biar masyarakat Indonesia tahu kalau Jokowi dan Prabowo tidak ada apa-apa. Hanya itu. Hanya segelintir orang-orang saja yang sirik dengan mereka karena kesuksesan mereka,” ucap Hanifan usai pertandingan di Padepokan Pencak Silat TMII, Jakarta, Rabu (29/8).
Tindakan Hanifan yang tergabung di Perguruan Silat Tadjimalela di Bandung, Jawa Barat, itu mendapat tanggapan positif dari tempat ia berlatih.
“Hanifan sudah berlatih sejak masih kecil di Perguruan Silat Tadjimalela Bandung,” kata Humas Perguruan Tadjimalela Bandung, Agvi Firdaus, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (29/8).
Agvi pun ikut memuji aksi Hanifan. Menurutnya, aksi spontan tersebut bermakna positif.
“Kalau melihat [aksi] itu menunjukkan bahwa dari olahraga khususunya pencak silat bisa mengubah persepsi masyarakat bahwa mereka berdua itu enggak ada apa-apa. Baik-baik aja ternyata,” tegasnya.
Agvi yang menyaksikan pertandingan di televisi mengaku terkejut dengan aksi Hanifan seusai meraih medali emas.
“Tidak menyangka sih, kaget bisa gitu [memeluk Jokowi dan Prabowo],” ucapnya.
Hanifan merupakan salah satu atlet berbakat dalam olahraga pencak silat. Talentanya dalam bela diri menurun dari kedua orang tuanya yang juga atlet pencak silat.
Dani Wisnu, ayah Hanifan merupakan pesilat tingkat dunia sempat menjadi pelatih di pelatnas sebagai persiapan Indonesia Bangkit 2005.
Sedangkan ibunya, Dewi Yanti Kosasih (40) adalah mantan pesilat putri Jawa Barat. Sang ibu juga sering mengharumkan dunia persilatan dengan sederet prestasi. Di antaranya Kejuaraan Dunia Kuala Lumpur 1989, Kejuaraan Dunia Belanda 1991, SEA Games Singapura 1993, dan Thailand Open 1992.
“Setahu saya dari kecil dia sudah suka silat. Karena mungkin latar belakang orang tuanya atlet dan satu perguruan jadi terbawa juga dari kecil,” ujarnya.
Agvi menuturkan, sehari-hari Hanifan merupakan orang yang supel. “Sehari-hari anaknya supel dan ceria. Kalau orang sunda menyebutnya cengos. Ya asyiklah anaknya,” kata dia.
Pihaknya juga mengaku bersyukur dengan prestasi Hanifan di Asian Games 2018.
“Secara pribadi bangga dengan prestasi Hanifan. Mudah-mudahan dapat memotivasi pesilat lain khususnya dari Perguruan Silat Tadjimalela itu sendiri umumnya para pesilat di Indonesia,” ungkapnya.
Sumber foto: kumparan.com