Pagi ini dunia sepakbola dikejutkan oleh suatu berita mengenai pelatih tim nasional Inggris Sam Allardyce. Sebuah media kenamaan di Inggris The Daily Telegraph diketahui memiliki rekaman dan bukti bincang-bincang Allardyce dengan seorang pengusaha yang berasal dari Timur Tengah. Mengapa rekaman ini bisa tersebar? Rumor mengatakan bahwa sosok asli sang pengusaha adalah seorang reporter yang tengah menyamar guna menyingkap kasus yang ia selidiki.
Mengapa berita ini begitu kontroversial? Jawabannya jelas karena isi topik yang dibicarakan oleh Allardyce mengingat posisinya sebagai bos utama tim nasional Inggris. Allardyce membahas perihal “Third-Party Ownership” (disingkat TPO), sebuah peraturan dimana sebuah perusahaan ataupun institusi bisnis memiliki hak jual dan beli terhadap suatu pemain. Disini, sebuah perusahaan ataupun agen bertindak sebagai pihak ketiga (diluar dari sang pemain dan klub tempat mereka bernegosiasi) hingga uang yang berputar dalam aktivitas jual-beli pemain juga mengalir masuk ke dalam kantong agen ataupun perusahaan yang memiliki saham atas pemain terkait. FA (Institusi Berwenang Sepakbola Inggris) telah melarang hal ini semenjak musim 2008/2009 lalu akibat kasus dari Javier Mascherano dan Carlos Tevez pada tahun 2006 yang terlibat atas kasus TPO setelah diketahui bahwa proses transfer mereka melibatkan sebuah institusi pinjam meminjam uang yang juga berbasis di London. FIFA sendiri telah resmi melarang hal ini semenjak tahun 2015 lalu. Michel Platini selaku mantan ketua FIFA pernah memprotes keras cara TPO memberikan dana segar bagi para pelakunya melalui proses jual-beli pemain ini. Ia bahkan juga melabeli TPO sebagai sistem “perbudakan” di era modern.
Pada kasus kali ini, Allardyce tanpa sadar membuka boroknya sendiri. Ia berujar bahwa peraturan yang melarang TPO itu dapat diakali dan tetap dilangsungkan secara diam-diam. Ia bahkan berujar bahwa jumlah uang yang begitu banyak sudah tersedia jika bersedia mengakali cara “haram” tersebut. Juga diketahui bahwa Allardyce memberikan masukan kepada beberapa perusahaan yang berminat menggunakan cara kotor tersebut untuk menambah pundi-pundi uang mereka. Konon Allardyce telah mengantongi negosiasi bernilai kurang lebih 400 ribu Poundsterling setelah diketahui mengunjungi Singapura dan Hong Kong 4 kali dalam tahun ini. Allardyce juga mengungkapkan bahwa ia mengetahui beberapa pelatih dan agen pemain yang masih terus berkutat dalam lingkaran setan tersebut hingga saat ini. Bahkan ia menyebut TPO masih berlaku kala pemain bernama Enner Valencia datang ke West Ham pada tahun 2014 silam dari klub Meksiko Pachuca dengan mahar 12 Juta Poundsterling, meski pada akhirnya West Ham mendapatkan uang tersebut secara bersih setelah sang pihak ketiga mengundurkan diri di menit akhir realisasi transfer.
Allardyce juga tertangkap basah menghina mantan pelatih Inggris terdahulu Roy Hodgson dengan ejekan yang terkesan merendahkan, lalu berujar bahwa keputusan FA membangun stadion The New Wembley sebagai sebuah kebodohan, serta menyebut rekan kerjanya Gary Neville selaku asisten tim untuk lebih baik diam dan tutup mulut saja.
Melihat rentet kejadian diatas, nampaknya sulit bagi Allardyce untuk mempertahankan kursi jabatan pelatih tim nasional Inggris. Bahkan karirnya di dunia sepakbola mungkin akan hancur dan berakhir setelah kasus ini menemui titik akhir. Hari-harinya kini bagaikan menunggu hari eksekusi yang terakhir.
Apapun alasannya, impian Allardyce selama lebih kurang 20 tahun untuk melatih tim nasional Inggris sepertinya akan segera berakhir dalam waktu 2 bulan saja.
2 bulan yang mungkin saja sebenarnya juga tak pernah layak dan pantas ia dapatkan.