Pada 31 Mei 2016 lalu, mayoritas pendukung tim nasional Inggris mempertanyakan keputusan Roy Hodgson membawa 5 orang penyerang dalam skuat final yang dibawanya ke Perancis. Keputusan tersebut juga diiringi oleh pencoretan nama Danny Drinkwater banyak dianggap sebagai awal dari blunder yang akan membawa Inggris pulang lebih awal musim panas ini.
Kita melompat ke tanggal 16 Juni 2016, Inggris duduk manis di puncak klasemen sementara grup B Piala Eropa 2016 setelah mengalahkan tim nasional Wales secara dramatis. Sempat tertinggal terlebih dahulu melalui gol tendangan bebas Gareth Bale di menit ke 42 babak pertama, publik Inggris langsung menetapkan Joe Hart dan Raheem Sterling sebagai biang pesakitan Inggris.
Sterling yang tidak mampu memanfaatkan peluang emas di paruh awal babak pertama setelah menyambut umpan silang mendatar dari Adam Lallana praktis menerima banyak cemoohan dari para Hooligans Inggris. Begitupun dengan Joe Hart yang dianggap lalai mengkoordinasi pagar betis dan menyebabkan ia telat bereaksi pada tendangan bebas Gareth Bale yang pada akhirnya membuahkan keunggulan bagi pihak Wales.
Membicarakan konteks permainan kedua tim lebih luas, Inggris yang bermain dengan formasi 4-3-3 menempatkan trio Wayne Rooney, Dele Alli, dan Eric Dier di lini tengah sambil didukung oleh pergerakan dua sayap Sterling dan Lallana. Bahkan dengan bantuan Kyle Walker dan Danny Rose yang bermain sebagai full-back, Inggris ternyata tidak mampu berbuat banyak menghadapi Wales yang memilih pakem 5-3-2/ 5-4-1 pada saat bertahan.
Harry Kane yang kembali dipercaya sebagai penyerang utama tidak mampu memberikan kecepatan dan ruang yang mampu dimanfaatkan oleh Rooney atau Alli yang diplot sebagai box-to-box dan attacking mildfield di lini tengah. Hasilnya, Rooney dan Alli sering mengalirkan bola ke sisi sayap kanan atau kiri Inggris yang dihuni oleh Sterling, Lallana dan Rose, Walker untuk membawa bola masuk ke kotak penalti Wales mengandalkan umpan-umpan bola silang. Hal diatas membuat Wales dengan mudah mengkoordinasi pola pertahanan mereka sambil sesekali melancarkan serangan balik mengandalkan kreatifitas Joe Allen dan Aaron Ramsey, serta kecepatan Bale ditambah post-play dari Hal Robson-Kanu.
Di lini depan Inggris, ketidakberdayaan Kane memancing kemarahan para Hooligans Inggris yang menuntut Hodgson untuk memasukkan penyerang Inggris lainnya yang belum mendapatkan kesempatan bermain pada pertandingan melawan Rusia sebelumnya.
Hodgson pun bersiap menghadapi 45 menit terpenting sepanjang karirnya ( banyak orang beranggapan demikian), hingga 15 menit berlalu, Hodgson mengambil seluruh pionnya yang tersedia, dan ia memasukkan Jamie Vardy dan Daniel Sturridge menggantikan Kane dan Sterling yang tampil melempem di babak pertama.
Babak ke-2 pun dimulai dan seperti yang banyak orang inginkan, pada menit ke-56, Vardy mencetak gol penyama kedudukan memanfaatkan blunder dari Ashley Williams saat ia malah menyundul bola ke arahnya yang berdiri bebas dalam posisi offside. Namun, sesuai dengan peraturan resmi dari FIFA, gol Vardy 100% sah seperti dimana bola hasil umpan silang Sturridge mengenai kepala pemain bertahan Wales (Williams) yang malah membuang bola ke arah gawangnya sendiri dan dihitung sebagai blunder dari sang pemain tersebut. Vardy dianggap memanfaatkan kesalahan pemain bertahan lawan dan oleh karena itu golnya kemarin 100% sah tanpa kontroversi yang perlu dibahas lebih lanjut.
Berhasil menyamakan kedudukan, Inggris mulai mendominasi pertandingan dengan penguasaan bola mencapai lebih dari 60%. Namun, Vardy yang bermain sebagai ujung tombak kali ini juga mengalami hal yang sama seperti Kane. Ia masih kesulitan mendapatkan suplai bola akibat para pemain Wales yang bertahan begitu dalam dan tidak memberikan ruang bebas bagi Vardy untuk berlari mengandalkan kecepatan dan akselerasinya seperti saat membela Leicester City.
Bersyukur, Daniel Sturridge bermain cukup diluar dugaan pada pertandingan kemarin. Sturridge seringkali turun hingga ke lini tengah dan menguasai bola sehingga para pemain bertahan Wales tertarik dan mau tidak mau harus menutup pergerakan Sturridge. Dan proses terjadinya gol ke-2 pada menit akhir injury time babak ke-2 bagi Inggris adalah bukti hasil jerih payah Sturridge yang sering menjemput bola hingga keluar area penalti Wales.
(Pic: via telegraph.co.uk) (Sturridge no.15, Alli no.20.)
Gambar diatas kekurangan 1 poin penting yaitu momen sesaat sebelum Alli memberikan assist kepada Sturridge. Rekaman pertandingan menunjukkan bahwa Vardy sempat menyentuh bola secara one touch dimana hasil operannya dimanfaatkan Alli yang secara jeli melihat pergerakan Sturridge untuk masuk menusuk jantung pertahanan Wales yang kelimpungan oleh operan one-two Sturridge, Vardy, dan Alli. Pergerakan Vardy yang terus berlari mencari celah di dalam area kotak penalti pun menjadi tidak sia-sia karena hal tersebut jelas memecah konsentrasi dan stamina para pemain bertahan Wales.
Hasil kemarin malam juga disambut meriah oleh banyak pendukung tim nasional Inggris yang memberikan kredit kepada Hodgson setelah berani memainkan Marcus Rashford dibandingkan Jack Wilshere yang diprediksi akan diturunkan untuk menambah kreatifitas lini tengah Inggris.
Kehadiran Sturridge yang berani bermain lebih ke dalam sambil diimbangi oleh visi bermain milik Rooney membuat Inggris mampu keluar dari hasil terburuk kemarin malam. Pantas rasanya Sturridge dan Vardy diberikan kesempatan yang lebih banyak jika memang Inggris ingin membuat lawan-lawan mereka kebingungan menghadapi tipe permainan para penyerang mereka yang berbeda-beda. Dan jangan lupakan pula Jack Wilshere yang notabene merupakan salah satu pemain favorit Hodgson. Seorang pemain yang menurut saya pribadi merupakan pemain Inggris paling kreatif dan mampu membawa perubahan jika dimainkan dalam kondisi fisiknya yang prima.
Kali ini Hodgson berhasil dengan perjudiannya. Banyak pula yang menganggap hasil kemarin hanyalah keberuntungan semata. Namun setidaknya ada hal positif yang bisa diambil dari pertandingan kemarin. Dan jika Inggris ingin merasakan sensasi indah seperti pertandingan kemarin, maka ada baiknya Hodgson untuk lebih kreatif dan jeli dalam memilih pemain serta taktik yang akan digunakannya.
Jangan sampai pada akhir perjalanan Inggris pada piala Eropa kali ini kita semua sama-sama mengeritkan dahi sambil berujar, “classic, classic England”.