Baru berusia 24 tahun, Alvaro Morata sudah sangat terbiasa dengan tekanan tinggi setiap tahunnya dari tim raksasa seperti Real Madrid dan Juventus. Ia bahkan telah bermain di 3 partai final Liga Champions dalam 4 tahun terakhir dan juga mencetak 1 gol pada saat menghadapi Barcelona di tahun 2015.
Mampu mencetak 15 gol dari 55 percobaan musim lalu, ia memulai bursa transfer musim panas ini sebagai salah satu dari 4 pemain muda paling diminati di Eropa bersama Kyllian Mbappe, Romelu Lukaku, serta Andrea Belotti.
Bersama Madrid maupun Juventus, Morata lebih sering dijadikan sebagai pemain pengganti yang mampu mengacaukan pertahanan lawan yang telah kelelahan. 9 dari 17 gol yang ia cetak musim lalu di La Liga dan Liga Champions datang setelah pertandingan berjalan lebih dari 60 menit. Dan hal ini bukan berarti Morata memang tidak punya kemampuan untuk menempati posisi utama di Madrid ataupun Juventus, namun lebih kepada pembuktian berulang kali akan kemampuannya yang selama ini mungkin masih dipandang sebelah mata.
Morata tidak pernah tampil lebih dari 16 kali untuk sebuah partai liga dalam satu musim. Meski demikian, ia juga mampu mencetak gol krusial seperti pada saat menghadapi Borussia Dortmund, Real Madrid, serta Barcelona. Dan yang menyedihkan adalah tidak adanya ekspektasi klub bagi Morata agar ia mampu melakukan semua hal diatas. Posisinya sebagai supporting player memang kerap membuatnya terus berada dibawah bayang-bayang pemain utama lainnya selama ini.
Melihat bakat serta kesabarannya selama ini, kesempatan untuk menjadi pilihan utama di Chelsea merupakan buah dari kesabarannya selama ini. Chelsea resmi menjadikannya pemain Spanyol termahal di kancah Liga Primer Inggris melewati angka 50 juta Poundsterling. Dengan nilai transfer 58 juta Poundsterling (dan bisa mencapai angka 75 juta dengan segala embel-embelnya), Morata jelas akan menjadi andalan lini depan Conte di musim depan menggantika Diego Costa yang cepat atau lambat akan segera angkat kaki dari Stamford Bridge.
Pertanyaanya, mampukah Morata menghadapi tekanan yang praktis akan membawa ia ke level yang tidak pernah dihadapi sebelumnya? Morata akan menjadi ujung tombak dalam begitu ketatnya partai Liga Inggris serta Liga Champions. Angka 16 partai jelas akan terlewati dalam sekejap mata. Belum lagi cara bermainnya yang berbeda dengan Diego Costa yang musim lalu mampu mendongkrak Chelsea ke tangga juata dengan 20 golnya di Liga Inggris.
Costa yang terkenal beringas, temperamental, serta ngotot memang seringkali beritindak bagaikan sebuah bom waktu di lapangan. Namun perlu dicatat, 9 golnya musim lalun menjadi gol satu-saunya, ataupun gol akhir penentu kemenangan yang secara matematis memberikan Chelsea ekstra 27 poin di Liga Inggris. Bahkan beberapa kali kengototan Costa lah yang membuat gol mampu tercipta meski nampaknya apa yang ia lakukan terlihat percuma pada awalnya.
Morata jelas punya bakat yang tidak kalah dari Costa, hanya saja Morata bukanlah tipe yang akan membuat lawan ketakutan hingga gemetar berkat perlakuan kasar dan keras ala Diego Costa. Morata harus mampu bermain dengan intensitas yang lebih tinggi walaupun tidak sampai harus merubah gaya bermainnya secara keseluruhan.
Dan andai Morata masih diragukan akan kapabilitasnya sebagai pilihan utama Chelsea musim depan, jawabannya ada pada kemampuan Morata menghadapi tekanan sebagai pemain utama untuk pertama kalinya selama berkarir, serta intensitas permainannya yang harus menyamai level seorang Diego Costa selama membela Chelsea.