Barcelona adalah mayoritas pilihan semua penikmat baru sepakbola di medio 2008 hingga 2015. Bagaimana tidak, di sana berkumpul para bintang lapangan yang menyuguhkan aksi cantik di setiap laga yang mereka lakoni. Selain itu, Barcelona memenangkan segalanya kala itu. Siapa yang tidak senang mendukung klub juara yang juga semakin lengkap pesonanya karena kehadiran anak ajaib sepakbola serta pelatih debutan paling greget pada masanya.
Sayangnya, setelah lebih dari 1 dekade berada di kasta tertinggi, dinasti ini nampak akan segera memasuki masa – masa kejatuhannya. Hari – hari gelap tak menentu diprediksi akan menjadi cobaan bagi mereka yang terbiasa berkuasa dan nyaris selalu unggul di masa mendatang.
Hasil seri ataupun kekalahan hingga kegagalan meraih trofi adalah hal biasa. Semua tim pasti akan mengalaminya. Namun untuk memasuki periode kejatuhan secara menyeluruh dalam sebuah klub? Tentu itu lah masalah yang harusnya ditakuti oleh semua pemuja klub asal Katalan ini, bukannya 3 hasil seri yang memaksa Barcelona harus disalip oleh rival abadi mereka untuk pemburuan gelar La Liga musim ini. Atau mungkin, kegagalan mereka di bulan Agustus nanti untuk meraih trofi paling bergengsi di Eropa. Masalah Barcelona, jelas lebih besar dari sekedar kegagalan musim ini.
Proyek jangka panjang Barcelona jelas bisa kita bilang gagal. Para direksi teratas di klub ini mengalami pasang surut yang menyesakkan. Korupsi dan politik kotor merajarela. Investasi dalam sosok Neymar yang seharusnya menggantikan Messi dan memimpin rekan – rekannya tak pernah terealisasi. Arthur, pemuda 23 tahun yang diproyeksikan sebagai pengganti Xavi kini ditukar secara mendadak dengan pemain berusia 30 tahun yang mungkin sudah melewati masa jayanya karena alasan finansial. Pemain mahal yang dulu mereka idamkan pun tampil menyedihkan. Griezmann dianggap merusak stabilitas tim dan nampak harus menyesali kepindahannya musim ini. Belum lagi Coutinho yang kini terbuang di Bayern Muenchen untuk kembali ke Barcelona musim mendatang hanya untuk kembali dilepas. Lagi – lagi, alasan finansial menjadi kedok untuk tidak nyetelnya gaya bermain Coutinho yang mungkin lebih menyesal lagi karena malah masuk ke investasi bodong tim bernama Barcelona dibanding ikut sukses dalam investasi jangka panjang sukses dari tim bernama Liverpool.
Pelatih mereka kini selalu dijadikan olok – olok. Padahal, memang tim ini sudah tak lagi stabil dan sungguh membutuhkan perubahan. Bayangkan, Messi, Pique, Suarez, dan Vidal berusia 33 tahun. Rakitic berusia 32 tahun. Busquet dan Alba sudah berusia 31 tahun. Namun, tanggung jawab tim masih sepenuhnya bertumpu pada pemain – pemain ini. Kejayaan masa lalu menjadi ladang bermain Barcelona di masa kini. Nama – nama baru seperti Ansu Fati, Rique Puiq, hingga Frenkie de Jong tak lagi menggoda. Nama besar yang ada menggerus tunas muda ini karena alasan beban tanggung jawab serta pengalaman yang dulu juga sebenarnya tak banyak dimiliki oleh pemain – pemain ini di awal masa jayanya.
Messi harus rela melewati masa – masa keemasannya tanpa trofi Liga Champions. Aneh reasanya melihat setiap tahun magis pemain asal Argentina ini masih belum cukup membawa Barcelona berjaya. Entah apalagi yang harus Ia lakukan guna menyelamatkan kapal karam yang punya bobot sejarah terlalu besar ini.
Barcelona adalah sebuah klub yang punya begitu banyak hal untuk dibanggakan. Punya banyak cerita serta hal – hal unik yang akan membuat banyak pihak jatuh cinta. Hanya saja, keadaan hari – hari ini nampak menjadi akhir dari romansa indah kejayaan mereka dalam lebih dari 1 dekade ini.
Bersiaplah. Kejatuhan ini nampaknya sudah terjadi. Dan itu tidaklah mudah bagi semua pihak yang terlibat.