Internet sempat dihebohkan dengan aksi blunder Claudio Bravo saat gagal mengantisipasi pergerakan rekan setimnya John Stones dalam menghalau tendangan bebas Wayne Rooney dari jarak kurang lebih nyaris separuh lapangan pertandingan. Bola yang lepas dari genggaman Bravo pun langsung disambar oleh Zlatan Ibrahimovich sehingga kedudukan berubah menjadi 1-2 untuk Manchester United. Aksi blunder Bravo serta tekel horornya kepada Rooney dalam kotak penalti seakan meyakinkan kita bahwa Bravo adalah satu dari banyaknya pemain City yang patut disalahkan seandainya United berhasil mengejar atau bahkan membalikkan keadaan.
Pep Guardiola selaku pelatih Manchester City tanpa diduga memuji penampilan Bravo malam itu. Guardiola memang tidak menyangkal blunder fatal yang dilakukan Bravo, namun kesiapannya untuk terus bermain dan tetap tampil konsisten sebagai ball playing goalkeeper mendapat acungan jempol dari Guardiola. Bravo memang terus bermain sesuai dengan instruksi Guardiola untuk membantu distribusi aliran bola tetap berada di pihak City. Melihat adanya miskomunikasi antara Bravo dengan pemain belakang lainnya memang masih bisa diterima mengingat Bravo baru berlatih 48 jam sebelum pertandingan derby tersebut berlangsung.
Mendengar pernyataan Guardiola serta didukung oleh statistik usai pertandingan, memang Bravo ternyata bermain sebagaimana diharapkan oleh sang pelatih. Bravo berhasil mencetak 93% pass rated completion (28 operan berhasil dari 30 total jumlah operan), jauh lebih baik dari Willy Caballero yang mencetak 81% dan 61% pass rated completion di 2 pertandingan sebelumnya. Disini, kita bisa melihat alasan mengapa City bisa bermain begitu mendominasi di babak pertama. City yang pada akhir pertandingan mencetak 60% ball possesion patut berterima kasih pada Bravo. Karena kunci dari keberhasilan City mengambil alih pertandingan adalah berkat instruksi Guardiola bagi Bravo untuk terus memberikan umpan pada rekan setim dan meminimalisir umpan atau tendangan jauh yang sering dilakukan oleh penjaga gawang biasanya.
Memang Mourinho juga bukan tidak menyiasati hal ini. Mou sudah menginstruksikan pemain depan Unted untuk menutup seluruh pergerakan pemain belakang City dengan man to man marking untuk menyulitkan alur distribusi Bravo saat memegan bola, namun kelincahan kaki Bravo serta akurasi umpannya yang memang sudah cukup baik semenjak membela Real Sociedad, lalu bertambah baik di Barcelona memberika City kesempatan untuk terus menguasai bola di saat pertandingan.
Hal ini semakin menarik perhatian saya saat melihat aksi Thibaut Courtouis pada pertandingan Swansea melawan Chelsea semalam. Memang taktik yang diterapkan Chelsea jelas berbeda dengan City, namun aksi Courtouis yang kerap membuang bola jauh ke depan membuat alur permainan seringkali berpindah ke arah Swansea. Umpannya yang tidak menemui sasaran membuat Chelsea kehilangan opsi untuk menguasai bola dalam jangka waktu yang lama. Namun, sekali lagi, bukan menilai gaya permainan Chelsea itu salah, hanya saja konteks yang dibicarakan saat ini adalah betapa pentingnya seorang ball playing goalkeeper untuk sebuah tim yang menomorsatukan penguasaan bola. (Note: Tahun lalu Leicester menguasai Inggris tanpa embel-embel penguasaan bola selama pertandingan).
Bukti sahih lainnya mengapa Guardiola menyukai aksi Bravo dapat kita lihat dari statistik ball playing goalkeeper atau sweeper keeper nomor satu dunia saat ini, Manuel Neuer. Sejauh 2 pertandingan Bundesliga musim ini, Neuer mencetak 90,7% pass rated completion dalam rataan 27 umpan di tiap pertandingan. Pada piala Eropa beberapa bulan lalu ia juga mencetak 85,1% pass rated completion sehingga memantapkan tim Jerman dalam menguasai jalannya pertandingan melalui umpan-umpan pendek yang terorganisir.
Melihat beberapa fakta diatas, kita bisa menilai betapa berharganya Bravo untuk sebuah tim yang dinahkodai oleh Guardiola. Hanya saja, bagi beberapa pihak, aksi Guardiola itu hanya sebatas lip-service untuk tidak menambah beban bagi Bravo. Hal ini beralasan karena jika memang gagal mengumpan atau mebgolah bola dengan benar, maka bencana berupa gol untuk lawan akan menjadi santapan media massa dalam satu ungkapan: “blunder“.
Andaikan berhasil maka penguasaan pertandingan akan terjaga baik. Jika gagal, maka lawan akan mudah mencetak gol ke gawang yang tak terkawal dan menjadi santapan media ataupun lelucon di dunia internet.
Betapa menariknya kita melihat Guardiola berniat melawan paradigma penjaga gawang di liga Inggris yang selama ini nyaris tidak pernah begitu mengandalkan peran seorang ball playing goalkeeper.
Kita tunggu saja aksi Claudio Bravio pada pertandingan berikutnya.