Mesut Ozil mungkin sudah benar – benar jengah. Jika belum memasuki usia akhir sebagai pesepakbola, mungkin Ozil sudah hengkang dari Arsenal dari 2 sampai 3 musim silam. Entah mengapa, nama besarnya terus menjadi santapan lezat media yang sungguh memperlakukannya tidak adil.
Yang terbaru, Ozil diserang banyak pihak karena diberitakan tidak menyetujui pemangkasan gaji sebesar 12,5% guna membantu finansial klub yang ambruk karena merebaknya virus COVID-19. Lucunya, diberitakan ada 3 pemain Arsenal yang melakukan penolakan serupa dan pada akhirnya, berita yang naik hanya mencantumkan nama Ozil sebagai pemain yang menolak pemotongan tersebut.
Tentu hal ini juga mendapatkan pembelaan dari banyak pihak. Ozil jelas punya pertimbangannya sendiri. Selain sulitnya melakukan negosiasi di saat seperti ini, Ozil yang dikenal dermawan karena sangat sering membantu pihak yang membutuhkan dinilai tidak akan mengambil keputusan tersebut secara gegabah.
Seperti yang kita ketahui, Ozil memiliki tim humas yang sangat baik. Dari cara mereka selama ini membentuk persona Ozil, saya menyangsikan hal ini benar adanya sebagaimana yang diberitakan. Andai benar, pasti ada hal di baliknya yang membuat Ozil harus menolak proposal pemotongan gaji sementara tersebut.
Baru – baru ini, Messi di Barcelona juga mengalami hal serupa. Media membentuk opini yang menggiring publik untuk mengutuk aksi para pesepakbola top dunia ini.
Itulah nasib seorang bintang. Sebuah harga yang harus dibayar tanpa bisa dielakkan bagaimana pun caranya.
Membela diri? Tentu sah – sah saja. Namun berkaca dari pengalaman, hal itu tentunya tidak serta merta meniadakan para pembenci sang bintang begitu saja.