Baru saja memberikan alarm bahaya bagi Lampard di awal bulan ini, di tanggal 25 Januari 2021, Frank Lampard resmi diberhentikan sebagai pelatih Chelsea dan posisinya digantikan oleh Thomas Tuchel yang menganggur semenjak diberhentikan oleh Paris Saint German.
Meski tak terlalu mengejurkan, banyak pihak yang cukup menyayangkan keputusan ini. Lampard baru berusia 42 tahun dan dinilai butuh waktu untuk menimba ilmu kepelatihannya. Sayang, Ia menukangi Chelsea dan segenap ekspektasi gila dari Roman Abramovich yang menafkahi Lampard dengan bujet lebih dari 200 juta Euro pada bursa transfer musim panas. 2 kemenangan di 8 laga terakhir Liga Primer, posisi kesembilan di klasemen sementara, serta masih mandeknya penampilan bintang baru seperti Werner, Havertz, dan Ziyech menjatuhkan hukuman pemecatan bagi legenda Chelsea tersebut.
Rumor beredar mengatakan bahwa Lampard mendapati berita ini secara mendadak saat meeting pagi bersama Chairman Chelsea, Bruce Buck dan Direktur Olahraga Chelsea Marina Granovskaia. Hubungan Lampard yang kurang akur dengan Granovskaia ikut mempermudah keputusan pemecatan ini.
Yang lebih sadis lagi, Lampard diberitakan juga tidak diijinkan untuk berpamitan dengan para pemainnya. Direksi Chelsea pun tanpa basa-basi segera mendatangkan Tuchel sebagai pengganti Lampard. Terburu-burukah keputusan Chelsea tersebut? Mungkin Chelsea lupa bahwa Tuchel punya jejak sejarah kurang baik dengan direktur klub kala menukangi Dortmund dan PSG. Biar waktu yang menjawabnya.
Lampard memang tak menghadirkan gegap gempita yang sama dibandingkan saat Ia masih aktif bermain. Namun, pengalaman bersama Chelsea harus dijadikan pengalaman berharga bagi Lampard. Meski tak berakhir indah, Lampard tahu betapa keras dan kejamnya dunia kepelatihan sepakbola modern saat ini. Pengalaman perihal gaya bermain yang cocok tanpa harus disokong pemain-pemain bintang juga bisa jadi pembelajaran bagi Lampard. Beban yang mungkin terlalu berat bagi pelatih kurang pengalaman yang belum mampu mengangkat tim Championship ke ajang Liga Primer.
Sebagai referensi, Lampard mungkin bisa melihat kinerja Steven Gerrard, kompatriot sekaligus saingannya semasa aktif bermain. Bersama Rangers, Gerrard mencatatkan rekor fenomenal dan tentu hal tersebut berimbas pada timbulnya kepercayaan diri serta pengalaman melatih di bawah tekanan meski dalam konteks yang jauh berbeda.
Perjalanan masih panjang. Lampard harus cepat bangkit dan kembali aktif melatih jika ingin membayar kegagalan pahit ini pada mereka yang tak punya sabar menantikan hasil terbaik dari tuaian mereka sendiri.
Mengalahkan serta membuktikan kemampuannya kepada Chelsea akan menjadi tujuan Lampard yang terutama dimanapun Ia melatih setelah ini.
Benar begitu Super Frank? Kalau tidak ya bagus. Berarti beliau tidak pendendam.