Ada cerita menarik yang kembali terjadi usai Liverpool kembali memenangkan trofi Community Shield kemarin. Terakhir kali meraih kemenangan di laga ini pada 2006 silam, Liverpool menghadapi tim yang kala itu juga baru saja didatangi salah satu penyerang terbaik dunia yakni Andriy Shevchenko. Hijrah dari AC Milan ke Chelsea pada tahun 2006, Sheva berhasil mencetak gol pada laga debutnya meski gagal membawa Chelsea meraih kemenangan. Sontak saja gol tersebut diyakini banyak pihak sebagai awal dari kegilaan Shevchenko menjadi raja gol di tanah Ratu Elizabet setelah rekam jejaknya yang spektakuler di negeri pizza.
Serupa dengan ekspektasi publik kepada Erling Haaland musim ini, Sheva (panggilan akrab Shevchenko) juga dibebani harapan yang sangat tinggi. Kedatangannya kala itu dianggap akan menghabisi karir Didier Drogba di Chelsea. Sayang, transfer yang terjadi karena pengaruh Roman Abramovich tanpa 100% restu dari Mourinho tersebut pada akhirnya menjadi salah satu pembelian paling buruk Chelsea di era keemasan mereka. Sheva hanya mencetak 9 gol dalam 2 musim dan lebih banyak berkutat dengan cedera. Di sisi lain, Drogba mencetak 20 gol di musim 2006/2007 dan menjadi andalan Chelsea hingga beberapa tahun ke depan.
Dari Shevchenko kita belajar bahwa publik harus bisa mengatur ekspektasi mereka terhadap Haaland, maupun Darwin Nunez. Haaland yang diharapkan mampu memberikan dimensi baru pada Manchester City nyatanya bermain kebingungan. Rekan setimnya bermain tanpa berani memanfaatkan keunggulan Haaland memanfaatkan umpan terobosan di antara bek lawan. City bermain melebar dan menggunakan pendekatan penguasaan bola yang lama hingga pada akhirnya menutup ruang yang Haaland ciptakan saat pemain bertahan lawan belum kembali ke posisi mereka.
Haaland sendiri menciptakan beberapa peluang emas yang sebenarnya bisa saja berujung gol. 1 golnya dianulir karena bola sudah keluar lapangan terlebih dahulu, dan 1 tendangan reboundnya secara mengejutkan malah menghantam tiang gawang Liverpool yang sudah kosong di akhir laga. Nasib belum berpihak pada Haaland dan lucu jika banyak pihak langsung melabeli Haaland sebagai pembelian gagal ataupun seorang striker yang tak tahu cara mencetak gol. Toh City tak akan menghadapi Liverpool setiap pekan dan baru akan kembali berjumpa di pekan ke-11 Liga Primer.
Virgil van Dijk pun setuju bahwa Haaland tak perlu diberikan simpati yang berlebihan. Ia paham betul bahwa sang lawan adalah striker penuh potensi yang hanya butuh sedikit waktu untuk beradaptasi sebelum tak henti-hentinya mencetak gol nanti.
Bagi Darwin Nunez, menjadi penentu kemenangan di laga ini juga bukanlah bukti sahih bahwa Ia sudah berhasil nyetel dengan skema permainan Liverpool. Masih panjang sekali perjalanan yang Ia butuhkan untuk bisa menduplikasi performa trio Firmansah ataupun memaksa Luis Diaz dan Diogo Jota melihat aksinya dari samping lapangan sebagai pemain pengganti. Ia perlu tahu bahwa banyak momen kecil dalam olahraga sepakbola yang bisa mengubah garis takdirnya andai sedikit saja lengah dan cepat berpuas diri.
Dari Shevchenko kita belajar untuk tak banyak mengambil kesimpulan melalui laga pramusim seperti Community Shield. Dan harusnya Haaland serta Nunez tahu betul akan hal ini sebagai seorang pesepakbola profesional yang membela 2 dari 3 tim terkuat dunia saat ini.