Tidak ada yang meragukan potensi Kai Havertz sebagai salah satu bakat terbaik sepakbola 5-8 tahun ke depan. Kai Havertz datang ke Chelsea dengan ekspektasi tinggi sebagai generasi emas berikutnya. Dengan mahar 70 juta Poundsterling, Ia adalah pemain termahal kedua Chelsea di belakang Kepa Arrizabalaga.
Datang sebagai wonderkid dari Leverkusen, Havertz justru mandek dan tampil sangat tidak meyakinkan di awal musim. Dari 10 laga di Liga Primer Inggris, Havertz baru mencetak 1 gol dan 2 assist. Chelsea pun masih terlihat kebingungan memaksimalkan perannya di atas lapangan. Kehadiran Ziyech dan Pulisic yang mulai pulih dari cedera juga membuat Havertz makin kebingungan menemukan posisi terbaiknya.
Baru berusia 21 tahun, Havertz datang diiringi ekspektasi yang bisa merusak karirnya andai tak ditangani dengan tepat. Lampard dan Chelsea punya agenda untuk meraih hasil sebaik mungkin di Liga Primer musim ini. Setidaknya, Chelsea diharapkan mampu merusak hegemoni duo Liverpool-City. Lain cerita dengan Havertz, musim ini seharusnya jadi ajang perkenalan bagi pemuda asal Jerman tersebut. Meski tampil luar biasa bersama Leverkusen, Havertz kini jauh dari tempat Ia dilahirkan, bermain di liga yang katanya paling kompetitif di dunia, bermain dengan banyak tipe pemain baru yang juga baru saja datang ke Chelsea, hingga dilatih oleh Lampard yang masih cukup hijau sebagai seorang manajer.
Havertz nampaknya takkan dibuang begitu saja andai Chelsea gagal meraih gelar musim ini. Namun, entah bagaimana nasib Lampard atau beberapa pemain kunci lainnya. Manajemen Chelsea yang terkenal tidak sabaran pasti akan melakukan aksi-aksi mengejutkan andai kenyataan yang terjadi tak sesuai harapan. Kekalahan menghadapi Everton di pekan ke-12 menjadi bukti bagaimana Chelsea sebenarnya belum mampu berbuat banyak menghadapi tim-tim yang selevel dengan mereka. Meski hanya terpaut 3 poin dari Spurs dan Liverpool di puncak klasemen, Chelsea masih belum juga terlihat meyakinkan dari gaya bermain mereka secara keseluruhan.
Fokus Chelsea dan Havertz tentu tak sepenuhnya berbeda. Kedua pihak pasti menginginkan hasil terbaik berupa gelar di akhir musim. Sayang, tempo serta kondisi yang ada membuat keduanya bisa jadi sulit berjalan secara beriringan. Semoha saja Havertz bisa menemukan potensi terbaiknya di sisa musim ini dan meledak-ledak sesuai potensinya di musim mendatang.
Jangan sampai ada pemain seperti Gotze dari Jerman lainnya yang harus mengubur mimpi mereka lebih cepat karena salah memilih lingkungan untuk bertumbuh.
.