Hancur. Begitulah perasaan yang dirasakan oleh seluruh pemain, staff, dan pendukung Atletico Madrid kala Ronaldo berhasil mengecoh Oblak dan dengan mudah menceploskan bola ke sebelah kiri gawang sebagai eksekutor terakhir Real Madrid.
Dengan kekalahan kemarin, Atletico telah merasakan pahitnya gagal pada tiga kesempatan mereka untuk menjadi yang terbaik di Eropa. Sergio Ramos dan Gareth Bale kembali menjadi momok utama bagi Atletico setelah mereka berdua melakukan hal yang serupa 2 tahun lalu di Lisbon.
Real Madrid pun dipercaya memang memiliki DNA terbaik di tanah Eropa. 8 dari 11 gelar mereka di Eropa mereka raih saat tidak menjuarai liga domestik di Spanyol. Sungguh sebuah fakta yang menguatkan status mereka sebagai tim ber-DNA Eropa terbaik.
Melihat apa yang tersaji pada pertandingan final kemarin, wajar rasanya melihat Juanfran, Torres, dan Simeone berlinangan air mata meratapi kejamnya takdir. Atau mungkin bisa dibilang, kejamnya olahraga sepakbola.
Menurut rana saya secara pribadi, Simeone mengungguli Zidane dalam perihal taktik di atas lapangan. Atletico yang pada awal pertandingan sempat kerepotan menghadapi umpan-umpan pendek Real Madrid mampu keluar dari tekanan dan menguasai pertandingan. Simeone yang menggunakan pakem 4-4-2 di awal pertandingan mengungguli Real Madrid dengan pakem 4-3-3 dalam jumlah pemain di lini tengah. Griezmann yang di plot sebagai striker nyatanya bermain sebagai winger ataupun penyerang lubang yang bergerak bebas dan menambah jumlah pemain di lini tengah Atletico. Ditambahkan dengan kedua wing back yang maju untuk membantu penyerangan, maka Atletico bermain dengan 7 orang pemain tengah yang merepotkan Real Madrid dalam bertahan.
Singkat cerita, kita tahu bahwa Real Madrid keluar sebagai juara Eropa untuk yang ke-11 kalinya. Griezmann gagal mengeksekusi penaltinya di awal paruh babak ke-2, masuknya Carassco yang mengubah jalan pertandingan menjadi sia-sia, lubang yang ditinggalkan Carvajal dan digantikan Danilo yang bermain kaku tidak mampu dimanfaatkan, dan penampilan Jan Oblak yang luar biasa selama 120 menit seakan sirna tanpa alasan jelas pada babak adu penalti. Bahkan kenyataan berbicara bahwa Cristiano Ronaldo yang bermain begitu biasa saja dan termasuk dibawah standar malah menjadi sosok penentu kemenangan pada akhir laga. Begitulah sepakbola dimana hanya konversi peluang yang berbuah gol adalah hal paling penting dan terutama.
Simeone kini telah gagal di 2 kesempatannya dalam 3 tahun terakhir, untuk membawa Atletico menciptakan sejarah. Dan kekalahan kali ini dirasa terlebih kejam dibandingkan kekalahan 2 tahun lalu. Simeone sendiri berujar bahwa saat dia mengalami kekalahan ini, maka sepertinya sudah saatnya bagi dia untuk memikirkan masa depannya di Atletico. Jelas mental dan kepercayaan diri siapapun akan hancur jika menghadapi situasi serupa. Setelah semua gelar yang mampu mereka raih dari gelar juara Liga Spanyol sampai gelar juara Europa League telah dicapai maka pantas jika Simeone merasa sudah saatnya Atletico membutuhkan suatu penyegaran dan nuansa baru yang mungkin akan memampukan mereka meraih apa yang tidak bisa Simeone raih.
Issue yang bergulir juga banyak menyebutkan bahwa kemungkinan Simeone untuk hengkang dan melatih tim tempat dimana Ia pernah bermain, Inter Milan. Bahkan ada juga yang menyebut Simeone sebagai suksesor Arsene Wenger untuk melatih Arsenal pada musim depan.
Apapun jalan yang Simeone pilih, nampaknya Ia akan tetap menghadapi pekerjaan yang tidak mudah. Ia tetap memilih untuk melawan arus menghadapi tim-tim raksasa dengan memilih tim yang memang membutuhkan sentuhan magisnya seperti apa yang Ia perbuat di Atletico. Dilihat dari trek rekor Inter dan Arsenal, Simeone memang mungkin saja dipercaya untuk menangani salah satu dari kedua tim ini demi kebangkitan mereka menjadi salah satu raksasa tidak hanya di kancah domestik namun juga kancah Eropa.
Pilihan kini berada di tangan Simeone sendiri. Apakah Ia akan mencoba peruntungannya lebih jauh bersama Atletico, ataukah Ia akan hengkang dan mencoba peruntungannya bersama tim lain yang membutuhkan jasanya?
Akhir kata, pertanyaan yang kini ada di benak kita semua adalah,.
Selanjutnya apa Simeone?