Lukaku adalah bukti bahwa manusia tak lebih dari sekedar pembuat rencana. Pada akhirnya, dewa sepakbola lah yang berkehendak.
Musim fantastis yang selayaknya bisa berakhir indah berujung perih. Rekor 34 gol pada musim perdananya yang menyamai pencapaian legenda asal Brazil, Ronaldo, berujung pada kekalahan di laga puncak. Gol ketiga Sevilla bahkan mengundang tanya perihal kaki Lukaku yang nampak terlalu bersemangat menyosor mulut gawang di lapangan hingga mengakibatkan sentuhan akhir yang berujung gol. Sayangnya, kaki Lukaku menargetkan gawang yang keliru.
Antonio Conte kini makin tak kerasan di Inter Milan. Ia merasa para petinggi klub tak punya etikat baik untuk melindungi para pemainnya. Dukungan dalam berbagai bentuk pun berujung mengecewakan di mata Conte. Tentu tak heran melihat perkembangan yang ada dalam tim Inter berbalik arah kembali ke titik awal di musim mendatang.
Rentetan pemain yang berniat untuk mengecewakan para peragu mereka pun harus kembali menunda misi mereka. Young, Alexis, hingga Eriksen gagal membuat para pendukung mereka di Inggris kecewa. Yang ada, kini mereka semua tertawa melihat kegagalan yang tak rundung berubah di klub baru asal kota mode Italia tersebut.
Sevilla jadi primadona. 6 laga final selalu berakhir indah. Persembahan untuk 2 pemain yang kini telah tiada pun memperkuat akhir kisah indah mereka di musim yang panjang ini. Belum lagi kapten bernama Jesus Navas yang kembali mengangkat piala bersama klub tercintanya setelah petualangan panjang di tanah Inggris.
Namun perlu diingat, satu cerita indah juga melahirkan satu buah kisah pahit. Dan sungguh disayangkan, Lukaku, Young, Alexis, Conte, dan seluruh pihak di kubu Internazionale Milano harus kembali menjadi pihak yang mengamini bahwa kisah perjalanan di dunia sepakbola tak jarang menemui sebuah akhir pahit dan tak seindah angan – angan mereka.