Pada era modern di ajang Liga Champions UEFA, belum pernah ada satu timpun yang mampu mempertahankan gelar juara selama 2 tahun beruntun. Dan setidaknya kepercayaan tersebut cukup menambah kepercayaan diri seorang Gianluigi Buffon untuk mampu mengangkat tinggi trofi Liga Champions yang selama ini hanya mampir dalam mimpi tidurnya.
Hanya kebobolan 3 gol selama 12 pertandingan sepanjang musim ini di ajang Liga Champions, Buffon hanya mampu menatap kosong jauh tanpa arah pasti menerima kenyataan bahwa 4 kali ia harus memungut bola dari gawangnya di babak pamungkas.
Setelah meraih begitu banyak piala di level klub hingga raihan trofi Piala Dunia tahun 2006 lalu, Buffon kini mungkin harus menerima bahwa mungkin trofi “agung” Liga Champions bukanlah sesuatu yang bisa ia raih setelah 20 tahun lebih setia menjaga gawang dari gempuran para lawan.
Bukan hanya trofi Liga Champions, trofi Piala Eropa juga lepas dari genggamannya setelah 4 kali pula ia harus memungut bola dari gawangnya pada tahun 2012 lalu. Dan benar saja, para Spaniard itulah yang terus menggagalkan usaha Buffon menuju kesempurnaan. Spanyol di tahun 2012, serta Barcelona dan Real Madrid di tahun 2015 dan 2017. Mungkin Buffon tahu bahwa
Mungkin Buffon tahu bahwa sesaat setelah gol Casemiro menggetarkan gawangnya, perjuangan sudah nyaris berakhir. Bukan karena mentalnya yang terguncang, namun memang dewi keberuntungan yang juga menaungi proses terjadinya gol tersebut seakan menegaskan bahwa trofi si “kuping besar” memang “mungkin” bukanlah jatah yang disediakan untuknya.
“Semua menjadi buruk bagi kami.”
Itulah sebagian dari ucapannya dini hari tadi yang menggambarkan betapa kecewanya seorang “Superman” yang kembali gagal menunaikan misi agungnya. Kesempatan ke-3 dan mungkin yang terakhir kalinya gagal dimanfaatkan dan harus kembali berujung duka.
Buffon tahu bahwa posisi penjaga gawang jauh dari kata sempurna. Bahkan posisi ini memberikan kepastian pahit bagi setiap pelakunya. Kepastian bahwa gawang mereka akan bobol suatu waktu tanpa ada cara untuk menghalau bagaimanapun caranya.
Ia tahu bahwa rival bernamakan Iker Casillas yang sering dibandingkan dengan dirinya telah sukses mencapai kesempurnaan dalam meraih segala trofi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa bagi seorang penjaga gawangm bukanlah hal yang mustahil untuk meraih mimpi tersebut.Hanya saja, bagi kita semua, kesempurnaan yang tidak sempurna ini sudah cukup untuk membawa Buffon sempurna dalam ingatan kita sebagai salah satu sosok sempurna yang terlewatkan dalam jalannya menuju kesempurnaan.
Hanya saja, bagi kita semua, kesempurnaan yang tidak sempurna dari orang asal Tuscany ini sudah cukup untuk membawanya melekat sempurna dalam ingatan kita sebagai salah satu sosok sempurna yang terlewatkan dalam jalannya menuju kesempurnaan.
“Sialan.”
Mungkin itu yang ada dalam hati setiap orang yang mengharapkan Buffon berjaya saat peluit panjang ditiupkan.
1 Comment
Kekalahan kali ini adalah kekalahan ketiga beruntun yang dialami Buffon dan timnya Juventus, hal ini tidak semata-mata membuat buffon menjadi … http://bit.ly/2rNWI8o