Para pendukung Manchester United bersuka cita. Gol Martial dan McTominay membawa mereka terbang ke awan. Rival sekota berhasil mereka bungkam dan kemenangan ini juga membangkitkan kepercayaan diri mereka dalam upaya finis di posisi terbaik untuk tampil di ajang Liga Champions musim depan.
Yang menarik, fans Manchester United seakan lupa ingatan hanya karena hasil positif dalam 10 pertandingan terakhir. Jika kita telaah lebih jauh, penampilan United tak terlalu impresif. Mereka hanya kembali tampil lebih efektif dan solid dari sisi pengeksekusian di lapangan. Dari segi taktik, mereka belum punya jalan keluar yang jelas. Sistem permainan belum terbentuk dan praktis, semenjak kedatangan Bruno Fernandes, pemain inilah yang sering kali muncul sebagai jalan keluar United. Jika pemain asal Portugal ini cedera, akankah ketidak jelasan taktik dari Ole tetap mampu mengatrol penampilan tim United saat ini?
Entahlah, yang pasti United butuh lebih dari kemenangan dan catatan tidak kebobolan jika ingin dianggap serius lagi oleh para rival mereka di Inggris dan Eropa.
Pep Guardiola sendiri tak serta merta menjadi pelatih yang buruk akibat kekalahan ini. Eksekusi yang tidak maksimal dari beberapa pemainnya menjadi momok yang membawa kekalahan bagi City. Tentu kelalaian Ederson dan kehebatan para pemain bertahan United serta kreatifitas Bruno tidak menjadi tanggung jawab penuh seorang Pep Guardiola bukan? Hal ini saya sebutkan tanpa mau mengecilkan usaha dan pencapaian United. Hanya saja, City tentunya punya filosofi dan cara bermain yang bisa mereka pegang teguh dan terus kembangkan secara berkala tiap tahunnya. Sebuah proyek jangka panjang yang selama ini gagal dilakukan United setelah pensiunnya Sir Alex.
Sebagai salah satu fans dari tim rival, kemenangan United menjadi sebuah berkah tersembunyi. Biarlah mereka berlama – lama tenggelam dalam kepercayaan semu bersama Ole. Ketakutan para fans United pada kesembuhan Pogba yang dianggap akan mengganggu kinerja Bruno menjadi gambaran dari ketidakpercayaan diri mereka akan sosok Ole yang selama ini hanya terlindungi oleh hasil – hasil aman belakangan ini.
Jadi jika kalian bertanya, apakah menurut saya Manchester United sudah kembali ke performa terbaik mereka, saya akan menjawab dengan sedikit garukan di kepala.
Karena menurut saya, Manchester United adalah tim yang hebat secara mental dan bukanlah tim hebat dari segi permainan. Inilah yang membuat sepakbola selalu jadi olahraga yang menarik. Mental dan fokus para pemainnya bisa jadi pembeda yang membuat satu pihak terlihat begitu superior atau terlihat begitu buruk.
Bicara prestasi, United memang boleh berbangga hati di masa lalu. Namun bagi yang beranggapan bahwa Ole bisa mengulang kisah sukses Sir Alex baiknya bersiap – siap saja untuk kecewa. Ole akan menemui banyak halangan setelah Bruno mampu disterilkan oleh tim lawan. Jika hal ini terjadi, maka siklus kebingungan dan suara – suara negatif tersebut akan kembali menyeruak seperti hari yang lalu.
Kalau sampai United juara bersama Ole di akhir musim? Ya tidak apa – apa. Juara itu biasa. Yang mengerikan adalah konsistensi setelah keluar sebagai juara. Itulah yang membuat tim United di era Sir Alex terlihat begitu spesial dan perkasa. Atau mungkin kebangkitan Liverpool di era ini yang makin mirip United di masa lalu.
Tim – tim konsisten tersebut tentu sungguh berbeda dengan tim United saat ini yang hanya menang karena eksekusi buruk dari tim lawan pada pertandingan saat itu. Dan bukan tidak boleh menang dengan cara yang buruk atau karena dinaungi keberuntungan. Liverpool melakukan hal tersebut semenjak bulan Desember 2019 lalu. Tapi hal itu tidak menampik kenyataan bahwa Liverpool adalah tim terbaik dunia saat ini karena navigasi yang benar dari Klopp, pemilik klub, serta segenap kru dan tim sukses Liverpool di balik layar.
Win ugly sah – sah saja. Itu juga jadi penanda atau sebuah karakteristik untuk jadi tim juara. Yang perlu dicatat, hal itu tidak akan berarti apa – apa jika didapatkan tanpa arahan dan filosofi jelas dari tim yang bersangkutan.