Gonzalo Higuain resmi menjadi pemain dengan rekor transfer termahal ke-3 sepanjang sejarah setelah merampungkan proses perpindahannya dari SSC Napoli menuju Juventus. Pemain berkebangsaan Argentina ini memang merupakan salah satu hot property pada jendela transfer kali ini berkat keberhasilannya memecahkan rekor mencetak 36 gol pada ajang Serie A musim lalu.
Memang pada zaman ini harga para pemain sepakbola mengalami inflasi yang teramat tinggi. Harga yang meroket begitu tajam mempersulit kita untuk berpandangan objektif akan kelayakan mereka untuk dihargai dengan harga yang sedemikian mahalnya.
Higuain tidak diragukan lagi memang sosok pencetak gol murni yang juga sudah cukup kenyang akan pengalaman bertanding di level tertinggi. Setelah berkembang bersama River Plate, ia sempat menjadi salah satu andalan lini depan Real Madrid selama 6 setengah tahun sebelum bermain untuk Napoli di Serie A. Bersama tim nasional Argentina, Higuain telah mencicipi laga final Piala Dunia 2014 di Brazil serta 2 kali laga final Copa America tahun 2015 dan Copa America Centenario 2016.
Beberapa klub yang berminat untuk menggunakan jasanya seperti Arsenal dan Chelsea bahkan harus gigit jari mendengar kabar kepindahan Higuain ke Juventus. Pasalnya, kedua tim tersebut memang membutuhkan sosok penyerang murni yang mampu mengangkat performa mereka menghadapi beratnya musim depan di ajang Premier League.
Sebagaimana yang kita tahu, Olivier Giroud dari Arsenal, serta Diego Costa dari Chelsea sama-sama dianggap belum cukup untuk dijadikan satu-satunya penyerang andalan masing-masing tim jika ingin berbicara jauh hingga akhir musim. Perekrutan Takuma Asano jelas bukan solusi jangka dekat. Begitupun dengan kehadiran Michy Batshuayi di tubuh Chelsea yang belum teruji.
Pertanyaannya, apa benar Higuain layak diperebutkan dan dihargai dengan banderol sebesar 90 Juta Euro oleh Juventus? Apa memang Higuain adalah sosok yang tepat untuk membawa sebuah tim menjadi juara seperti apa yang diharapkan oleh Juventus, Arsenal dan Chelsea?
Higuain jelas merupakan sosok yang tepat untuk diandalkan dalam urusan mencetak gol, namun masalahnya, ia kerap membuang-buang kesempatan emas pada pertandingan penting. Titik ini menjadi permasalahan yang selalu dikeluhkan oleh banyak pihak. Mental Higuain dianggap lemah kala bertanding di laga penting dan kegagalannya kerap membuat tim yang dibelanya mencatatkan hasil negatif.
Tentu kita ingat bagaimana Higuain melewatkan kesempatan emas one on one menghadapi Manuel Neuer pada laga final Piala Dunia 2014 silam. Jika saja Higuain mampu bermain lebih tenang, mungkin Lionel Messi kini sudah dicatatkan sebagai pemain terbaik sepanjang masa tanpa perdebatan berarti. Pada laga final Copa America 2015 dan 2016 melawan Chili, ia juga melewatkan kesempatan emas pada saat one on one melawan Claudio Bravo. Belum ditambah dengan kegagalannya mengeksekusi tendangan penalti pada laga final tahun 2015 silam.
Bersama Napoli pada tahun 2015 lalu,Higuain juga gagal mengeksekusi tendangan penalti hingga Napoli harus takhluk 2-4 dari Lazio dan gagal menembus zona Liga Champion akibat kegagalannya itu. Bahkan Rafael Benitez harus mengakhiri masa baktinya bersama Napoli dengan kekecewaan. Lalu belum lagi insiden kartu merah yang ia terima saat melakoni laga krusial menghadapi Udinese musim lalu. Diusirnya Higuain dari lapangan selama 3 pertandingan sisa Serie A musim lalu melancarkan upaya Juventus meraih Scudetto mereka yang ke-32.
Dari kasus diatas kita menyimpulkan bahwa Higuain memang layak dijadikan tumpuan untuk mencetak gol, namun bukan merupakan sosok paling tepat untuk membawa sebuah tim kepada gelar juara.
Dengan usianya yang sudah menginjak 29 tahun, akan sulit melihat Higuain berevolusi atau berkembang menjadi tipe pemain yang berbeda, atau jika memungkinkan, menjadi pemain yang lebih baik. Dan tentunya hal inilah yang membedakan kala orang mencerca transfer Gareth Bale 3 tahun lalu. Bale masih berusia 22 tahun saat itu dan pada akhirnya ia membayar kepercayaan Madridista dengan raihan 2 buah trofi Liga Champion dalam 3 tahun masa baktinya bersama El Real.
Jadi, apakah Higuain mampu menghapus kutukan buruk akan dirinya pada laga-laga penting bersama Juventus? Ataukah hal yang sama masih akan terus berlangsung musim depan?