Zinedine Zidane tidak diragukan lagi merupakan seorang pemain sepakbola yang namanya akan terus melegenda sepanjang masa. Berbagai teknik indah serta karismanya diatas lapangan membuatnya dikenal sebagai salah satu maestro terbaik sepakbola sepanjang sejarah. Raihan gelarnya yang begitu lengkap baik di level klub maupun internasional seakan menambah hebat rentet prestasinyan di lapangan hijau. Bahkan akhir kiprahnya di dunia sepakbola meninggalkan kesan begitu dalam akibat tandukannya kepada Marco Materazzi di laga final Piala Dunia 2006 silam.
Kini, Zidane kembali mencoba menorehkan sejarah dalam kiblat dunia sepakbola. Bukan sebagai pemain, namun sebagai pelatih dari Real Madrid, tim yang membesarkannya selama masi aktif sebagai pesepakbola. Zidane berpeluang menjadi pelatih pertama yang membawa sebuah tim menjadi juara Liga Champions secara beruntun. Dan menariknya laga nanti akan mempertemukan Real Madrid dengan Juventus, tim asal Italia yang juga pernah dibelanya semasa aktif dulu.
Meski telah berhasil mempersembahkan trofi Liga Champion yang ke-11 bagi Real Madrod, masih banyak pihak yang menyangsikan kinerja Zidane sebagai pelatih sepakbola. Pantas saja karena Zidane diberkahi begitu banyak pemain berbakat dalam skuad Real Madrid saat ini. Lihat saja bagaimana Zidane disokong oleh para pemain kelas wahid seperti Cristiano Ronaldo, Sergio Ramos, Karim Benzema, Gareth Bale, Toni Kroos, Marcelo, dan banyak pemain lainnya.
Melihat jejak rekamnya sebagai pelatih di Castilla pada musim 2014/2015, Zidane dinilai gagal total karena tidak berhasil membawa Castilla promosi ke divisi 2 liga Spanyol. Bahkan di tim senior Zidane hanya setahun bekerja sebagai asisten Carlo Ancelloti 3 tanpa banyak memberikan dampak yang terlihat signifikan.
Bahkan saat memulai karir sebagai pelatih utama Real Madrid Januari 2016 silam menggantikn Rafael Benitez, Zidane memulai karirnya dengan kekalahan 1-0 dari rival sekota mereka Atletico Madrid.
Namun apa yang terjadi setelahnya merupakan sesuatu yang gila.
Zidane membawa Real Madrid menjadi jawara Eropa untuk ke-11 kalinya. Real Madrid tidak terkalahkan dalam 40 pertandingan beruntun dan kini berpeluang besar meraih titel Liga Spanyol untuk pertama kalinya semenjak musim 2011/2012. Belum lagi peluangnya untuk kembali menorehkan sejarah di ajang final Liga Champion musim ini.
Jadi, apakah Zidane yang sudah dikenal sebagai pesepakbola hebat kini juga pantas disebut sebagai pelatih sepakbola yang hebat? Ataukah sepak terjangnya masih lebih banyak berbau keberuntungan?
Salah seorang penulis bernama John Carlin mengungkapkan bahwa yang menentukan pelatih itu hebat ataupun tidak merupakan sesuatu yang sangat sulit dan misterius. Ia berpendapat bahwa fans selalu berharap bahwa di tangan sang pelatih tim kesayangan mereka dapat selalu berubah menjadi baik. Para fans seakan berharap bahwa ada ilmu ataupun sentuhan emas dari pelatih untuk mendongkrak performa tim mereka. Dan hal tersebut tentu hanya sebuah impian semua kalangan yang berharap akan hal baik terjadi pada tim kesayangan mereka. Kenyataannya semua angan tersebut hanya mampu dinilai di akhir hari saat musim pertandingan telah berakhir.
Dan bagi Zidane hal ini cukup menarik untuk dibahas. Sebagai seorang pelatih, Zidane bukanlah seorang revolusioner seperti Pep Guardiola ataupun Arsene Wenger di masa lampau. Ia juga bukan pelatih dengan personaliti menarik seperti Jose Mourinho ataupun Juergen Klopp. Ia juga bukan seorang ahli taktik semacam Rafael benitez. Bahkan jika bicara jujur, mungkin tidak banyak yang menyangka bahwa Zidane akan mampu bertahan di Real Madrid ataupun berkarir baik dalam dunia kepelatihan.
Namun apa yang tidak disadari oleh banyak orang adalah pesonanya sebagai salah satu figur penting di Real Madrid selama ini. Zidane dinilai mampu meredam ego para pemain bintangnya seperti Ronaldo, Benzema, ataupun Bale. Dan yang pasti, Zidane yang mampu merangkul para pemainnya hingga mampu tampil begitu solid dan stabil selama 2 musim terakhir ini membawa dampak moral yang luar biasa dalam ruang ganti Real Madrid saat ini. Adanya rasa hormat dan percaya kepada Zidane membuat tim mampu tampil lebih ngotot dan akibatnya banyak momen-momen dimana kekuatan mental merupakan senjata utama bagi tim Real Madrid saat ini.
Zidane yang menggantikan Benitez sebenarnya datang dalam keadaan yang sangat sulit. Namun Zidane datang, merangkul para pemain, dan membawa ketenangan serta perubahan bertahap yang masuk diakal bagi seluruh pemain serta anggota staff di ruang ganti. Berbeda dengan kebanyakan pelatih yang meledak-ledak seperti Mourinho ataupun Simeone, Zidane selalu terlihat begitu stabil, tenang, dan tidak pernah melakukan hal-hal absurd yang tidak perlu.
Di tim sebesar Real Madrid, pemain bintang bukanlah sesuatu yang jarang ditemukan. Ada begitu banyak pemain bintang yang pernah berlabuh dan menjadi bagian dari sejarah penting tim paling sukses di Spanyol tersebut. Namun untuk mampu bertahan sebagai ikon penting, bukan hanya diperlukan keahlian untuk bermain di semua posisi ataupun membawa pulang berbagai trofi prestisius saja. Zidane semasa menjadi pemain ataupun kini sebagai pelatih, mampu tampil bak lem yang mempersatukan tim melalui semangat serta minimnya ego yang ia salurkan. Zidane bagaikan sebuah sosok yang selalu membuat orang disekitarnya mampu tampil lebih bersinar.
Zidane juga bukanlah orang yang takut akan sebuah hujatan atau tuntutan bahkan jika ia dituntut oleh presiden klubnya sendiri Fiorentino Perez. Perez yang dikenal sangat mudah menggonta-ganti pelatih bahkan harus rela melihat tim milikknya tampil lebih pragmatis dan tidak selalu bermain menyerang sebagaimana ia mau. Lihat saja bagaimana Zidane mempromosikan Casemiro sebagai gelandang pivot yang membawa kestabilan di lini tengah Real sejauh ini. Bahkan jika bukan karena Casemiro, mungkin gelar Liga Champions musim lalu bisa jadi jatuh ke tangan Atletico Madrid. Lihat juga bagaimana pada Sabtu lalu secara berani ia merombak skuad utamanya saat menghancurkan Granada dengan skor 4-0. hanya Sergio Ramos dan Casemiro lah pemain skuad inti yang bermain.
Belum lagi jasanya meredam ego dan emosi Ronaldo musim ini. Mengetahui bahwa pemain andalannya tersebut telah memasuki usia 30 tahun keatas, Zidane bermaksud membawa Ronaldo meledak di periode krusial bulan April hingga Mei. Ia bahkan mampu meyakinkan Ronaldo untuk berisitirahat di laga Liga Spanyol bulan Maret kemarin saat bersua Leganes, Sporting Gijon, Deportivo La Coruna, dan juga Granada. Ronaldo pun membayar kepercayaan Zidane dengan tampil menggila di laga krusial seperti laga perdelapan final dan semifinal Liga Champions musim ini.
Melihat fakta diatas, kembali lagi, akan selalu ada perdebatan yang mewarnai kinerja Zidane selama ini. Bicara keberuntungan, Zidane memang sangat layak dikatakan beruntung. Seperti apa yang terjadi musim lalu, Madrid dibawah asuhan Zidane adalah satu-satunya tim yang berhasil menjadi juara dengan tidak pernah berhadapan langsung dengan para pemenang juara Liga Champions terdahulu dalam rute mereka menuju tangga juara.
Namun jelas kita juga bisa beranggapan bahwa keberuntungan tersebut tidak serta merta datang begitu saja. Jelas apa yang telah Zidane tabur semenjak masih aktif sebagai pesepakbola lah yang membawanya hingga detik ini mampu menikmati segala keberuntungan tersebut.
Apakah kalian yakin jika nama orang tersebut bukan Zinedine Zidane maka Real Madrid akan memperkerjakannya sebagai pelatih utama tim nan ambisius tersebut? Apakah kalian yakin Zidane akan berhasil jika pergi ke Inggris dan melatih tim seperti Manchester City ataupun Tottenham Hotspurs?
Saya yakin banyak yang akan menjawab “tidak yakin.”
Namun yang jelas, sekali lagi, kini kita tahu bahwa Zidane tengah melakukan perjalanan yang begitu menarik menuju kesuksesan sebagai pelatih atas dasar keberuntungan yang ia raih selama puluhan tahun mencurahkan darah dan keringat di atas lapangan hijau.