Liverpool hanya memiliki target untuk tampil sebaik mungkin di musim 2019/2020. Entah secara kebetulan atau tidak, performa tinggi sampai tak terkalahkan di Liga Primer hingga pekan ke-27 dan terus tampil superior nyaris di semua ajang membawa harapan tinggi bagi para penikmat sepakbola secara umum. Dan kini, saat momentum itu runtuh satu per satu, kita diingatkan kembali bagaimana mengerikannya sebuah ekspektasi. Gelar juara Liga Primer yang sudah 99% dalam genggaman pun kini bisa saja tak tergapai karena merebaknya pandemik virus COVID-19.
Sedikit beralih ke ajang Liga Champions, Liverpool sebagai juara bertahan kembali diunggulkan, Makhlum saja, mereka tampil lebih trengginas musim ini. Kalah 1-0 di Wanda Metropolitano tak membuat Liverpool takut. Anfield menanti dan siap menerkam. Keajaiban siap diciptakan. Sayangnya, kali ini keajaiban tetap terjadi namun tak memihak sang empunya tempat. Liverpool kalah. Kini pencapaian mereka tak layaknya berbeda dari Bayern Muenchen ataupun Paris Saint German di liga lokal.
Jan Oblak sebagai penjaga gawang tim tamu tampil superior. Di sisi seberang, Adrian tak berada pada level yang sama dengan rekan setimnya. Inilah alasan Liverpool mengeluarkan begitu banyak uang untuk Alisson. Kita tahu bagaimana kini 2 penjaga gawang selain Alisson berhasil jadi titik lemah sumber kehancuran Liverpool di ajang Liga Champions. Karius dan Adrian jadi pesakitan.
Alasan kalau seharusnya Liverpool lebih tajam dan efektif di depan gawang tak bisa saya terima. Pernyataan semacam ini seakan mengambil kredit dari Oblak dan penjaga gawang lainnya. Hal ini berbicara tentang peran penting dan spesifik dari tiap pemain di lapangan. Sebagai penjaga gawang, Oblak dan Adrian punya tugas sederhana untuk memberikan rasa aman dan percaya diri dari lini terbelakang. Yang satu berhasil, yang satu tidak. Itu juga yang jadi alasan musim lalu Liverpool berjaya di partai puncak. Alisson bersinar begitu terang menyapu dan menghalau semua serangan para pemain Spurs.
Klopp kini bertaruh pada 3 hal. Diri mereka sendiri, waktu, dan virus COVID-19. Jika benar kini akhirnya mereka harus berhenti di tengah jalan untuk sementara waktu, bisa saja hal ini lah yang benar – benar mereka butuhkan agar tak terus berubah jadi sosok yang semakin medioker dalam waktu yang begitu singkat.
Satu hal yang disayangkan, laga melawan Atletico sudah selesai dan hasil akhirnya kini tak membawa Liverpool ke dalam barisan tim spesial dalam sejarah. Setidaknya dalam hal raihan trofi.
Juara dengan raihan rekor poin tertinggi? Nampaknya sulit melihat tidak adanya tekanan dari pihak lawan serta terlalu jauhnya rentang laga saat mereka dipastikan menjadi juara sampai ke akhir musim.