Cinta - Berita Olahraga | Betting Online | Kasino Online

Cinta

Sosok yang terus berdiri di pinggir lapangan itu telah menemani saya selama 16 tahun. Dan berbicara betapa pentingnya sosok bernama Arsene Wenger ini, saya bisa bilang bahwa mungkin saya lebih mengenal sosoknya dibandingkan kedua kakek saya sendiri. Bukan berniat kurang ajar, hanya saja tak setiap minggu saya bisa berjumpa dengan kedua kakek saya. Setidaknya Arsene Wenger selalu menawarkan banyak cerita setiap minggunya selama 16 tahun terakhir. Terkecuali jika jadwal Liga Inggris tengah berlibur pada musim panas tentunya.

Saya beruntung mendapatkan 3 kali kesempatan melihat Arsene Wenger secara langsung beberapa tahun silam. Dan saya beruntung, Arsenal tidak mengalami kekalahan dalam 3 laga yang saya saksikan secara langsung, meski 2 pertandingan diantaranya adalah laga persahabatan menghadapi Malaysia dan Indonesia. Setidaknya, 1 laga terakhir yang saya saksikan adalah laga North London Derby di White Hart Lane yang berakhir dengan skor 2-2 meskipun Arsenal bermain dengan 10 pemain di babak ke 2. Wajah Arsene Wenger tidak menunjukkan ekspresi yang jelas. Entah Ia senang atau kecewa. Saya tidak tahu.

Seumur hidup saya menyaksikan dan mendukung Arsenal, hanya ada 1 sosok yang selalu berdiri di pinggir lapangan sebagai pelatih. Entah saat Ia berlari kesenangan seperti seorang bocah, saat Ia membanting botol minuman ke tanah, saat Ia dengan anehnya kesulitan memakai jaket, atau saat Ia hanya duduk diam dan lesu menatap aksi dari pinggir lapangan.

Bagi Arsenal, Wenger adalah awal dari kebangkitan dan revolusi hingga kini seluruh dunia tahu apa itu klub sepakbola Arsenal. Bayangkan, meskipun Anda bukan seorang penggemar sepakbola, andai kalian berpergian ke London dengan menggunakan jasa tour maka Emirates Stadium akan menjadi salah satu destinasi yang Anda kunjungi. Bukti bahwa Wenger tak hanya berhasil merevolusi sosok Arsenal di atas lapangan namun juga dari sisi komersil dan lainnya diluar sana.

Bagi dunia sepakbola, mundurnya Wenger dari kursi kepelatihan Arsenal juga menjadi sebuah akhir. Melihat apa yang terjadi di dunia sepakbola beberapa tahun kebelakang, akankah ada sebuah kisah layaknya Arsenal dan Arsene Wenger di masa depan? Banyak orang tentu akan menjawab tidak. Sulit rasanya melihat seorang pelatih berada di sebuah klub untuk jangka waktu yang panjang. Arsene Wenger menjadi penutup sebuah era. Ia adalah akhir dari sebuah cerita cinta di zaman ini antara sebuah klub dengan seorang pelatih.

Saya pribadi bersyukur menjadi seorang pendukung Arsenal. Dan bukan berarti saya senang dengan keadaan mengenaskan yang menyelimuti tim dalam beberapa bulan terakhir. Namun dari tim ini dan Arsene Wenger saya belajar banyak hal yang mungkin tak banyak dijumpai para pecinta klub lain.

Tentu kami iri dengan kejayaan Barcelona, kekayaan Chelsea, Manchester City, hingga Paris Saint German, ataupun kekuasaan Real Madrid di kancah Eropa. Namun tak banyak pula hal yang bisa saya keluhkan melihat awal masa kepelatihan Wenger di medio 1996 – 2006. Arsenal hanya melewatkan trofi di kancah Eropa berkat kartu merah yang diterima Jens Lehmann. Meski hal itu tak sepenuhnya menjadi penyebab kekalahan Arsenal dari Barcelona namun menjuarai Liga Inggris tanpa terkalahkan jelas bukan suatu pencapaian yang buruk bukan? 3 buah gelar juara Liga, 7 buah Piala FA, dan 3 trofi Community Shield bukanlah sebuah pencapaian yang bisa dicapai sembarang orang.

Kesetiaan, kerja keras, loyalitas, integritas, serta harga diri adalah apa yang Wenger berikan bagi banyak orang. Namun bagi saya, Wenger memberikan cinta bagi saya secara pribadi. Kita semua tentu tahu bagaimana cara cinta bekerja. Tak selalu indah namun sulit untuk lari dari perasaan tersebut.

Memang dalam beberapa tahun kebelakang Wenger tak lagi memberikan hasil-hasil manis layaknya sedia kala. Mulai banyak cacian dan makian atas kinerjanya yang dianggap tak lagi mumpuni. Saya termasuk salah satu dari sekian banyak yang memintanya untuk mundur. Bahkan tak jarang saya merasa muak serta benar-benar membenci sosok Arsene Wenger. Begitu angkuh serta keras kepalanya pria ini terkadang membuat kita tak habis pikir. Namun apakah saya “benar-benar”membenci Arsene Wenger setelah serangkaian hal buruk yang terjadi? Tidak. Tentu saya tidak benar-benar membencinya. Justru kami memintanya berhenti karena kami terlalu mencintainya. Begitulah cara cinta biasanya sering bekerja bukan?

Tingginya ekspektasi pada Wenger juga terlihat dari bagaimana Ia diperlakukan setelah mendapatkan 3 buah trofi Piala FA dalam 4 tahun  terakhir. Dan melihat hal tersebut, saya rasa tak heran melihat Ia kini memilih mundur saat trofi Eropa pertamanya menjadi pertaruhan terakhir musim ini.

Bayangkan. Kini tak ada lagi alasan untuk berseteru. Ini adalah momen terbaik untuk mengantarkan Arsene Wenger pergi dengan cara yang paling luar biasa. Dan andai hal tersebut tak tercapai, tetap tak ada alasan untuk melupakan dan tidak menghargai jerih payahnya selama 22 tahun terakhir.

Arsene Wenger memberikan begitu banyak, bahkan mungkin segalanya bagi Arsenal. Jika boleh berkehendak maka nama Emirates Stadium akan saya ubah menjadi Arsene Arena. Karena nama sebuah tribun saja tak cukup membalas jasa pria berkebangsaan Perancis tersebut.

Ini adalah momen yang sangat menyedihkan dan juga seru untuk dinanti. Melihat sebuah kepastian yang akhirnya diguncang, saya merasa bahwa banyak hal pastinya akan berubah di musim depan.

Namun jika ada yang bertanya hal apa yang takkan pernah berubah, maka saya akan menjawab bahwa cinta saya kepada Arsenal dan rasa terima kasih saya pada Arsene Wenger adalah sebuah kepastian yang akan terus dibawa hingga akhir cerita.

Terima kasih Arsene. Terima kasih atas jasamu yang telah membuat pemuda ini jatuh cinta begitu dalam pada salah satu hal terbaik yang ada di atas muka bumi ini. Dan terima kasih juga, karena kisahmu selama ini telah memberikan definisi cinta sebuah arti yang lebih dalam daripada cerita kebanyakan di luar sana.

Merci Arsene.

 

 

Popular News

IMG_4202
Sabar/Reza Juara Spain Masters, Menang Dramatis Lawan Malaysia
31 March 2024
Sabar Karyaman Gutama/Mohammad Reza Pahlevi Isfahani berhasil menjuarai Spain Masters...
8
Duet Gia dan Megawati Pencetak Poin Red Sparks Musim Ini
31 March 2024
Giovanna Milana alias Gia menyatakan tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada...
navii
NAVI melaju ke final Copenhagen Major atas G2
31 March 2024
Natus Vincere muncul sebagai pemenang semifinal kedua PGL Major Copenhagen, mengamankan...
fz
FaZe mengalahkan Vitality untuk mendapatkan tempat terakhir Major
31 March 2024
FaZe menjadi grand finalis pertama PGL Major Copenhagen setelah mengalahkan Vitality...
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter

SHARE THIS ARTICLE WITH FRIENDS

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on google
Google+

Leave a Comment

Your email address will not be published.