Kesempatan Terakhir Gotze? - Berita Olahraga | Betting Online | Kasino Online

Kesempatan Terakhir Gotze?

Usia 24 tahun adalah usia dimana banyak pesepakbola dunia masih kerap dianggap sebagai pemain muda yang belum mengeluarkan potensi terbaiknya. Pada titik tersebut, biasanya pemain tersebut masih memiliki segudang peluang untuk melebarkan sayap mereka ke seluruh penjuru bumi guna menjadikan diri mereka sebagai seorang bintang sepakbola dunia. Namun, sepertinya kasus yang menimpa Mario Gotze menjadi sebuah pengecualian bagi sosok pesepakbola di usianya yang baru menginjak 24 tahun.

Namun, sepertinya kasus yang menimpa Mario Gotze menjadi sebuah pengecualian meski sosoknya baru berusia 24 tahun.

Seperti yang telah kita ketahui, Gotze pada akhirnya menyerah dan memutuskan untuk pulang kampung ke Signal Iduna Park setelah sebelumnya pergi merantau ke Allianz Arena. Sempat dianggap sebagai bintang muda terbaik sepanjang sejarah pesepakbolaan Jerman, Gotze dibebani begitu banyak ekspektasi kala pada tahun 2013 silam menyeberang ke Bayern Muenchen dan akan diasuh oleh salah satu pelatih terbaik dunia, Pep Guardiola. Keberhasilan Gotze membawa Borussia Dortmund menjadi juara beruntun Bundesliga pada musim 2010-2011 dan 2011-2012 hingga mencapai partai puncak final Liga Champion di musim berikutnya menjadi tolak ukur yang membebani perjalanan Gotze menuju tim barunya bersama Guardiola 3 tahun silam.

Dengan statusnya sebagai pemain muda, banyak pihak beranggapan bahwa Guardiola akan menciptakan sosok monster baru dalam diri Gotze seperti apa yang Guardiola lakukan pada sosok Lionel Messi. Dan saat pada musim pertamanya di Allianz Arena Gotze lebih banyak menghabiskan waktu di bangku cadangan, masih banyak pihak yang memakhlumi hal tersebut mengingat persaingan para pemain yang begitu luar biasa di dalam skuad Bayern Muenchen tahun itu.

Tahun 2014 bisa dibilang menjadi tahun yang begitu luar biasa bagi seorang Gotze. Ia seakan ditakdirkan untuk menjadi juru selamat bagi Jerman. Gotze menjadi pencetak gol kemenangan Jerman kala mengalahkan Argentina 1-0 di laga final Piala Dunia 2014 di Brazil. Ia membawa tanah airnya duduk di puncak tertinggi dunia untuk kali ke-4. Itupun dengan catatan Gotze masuk menggantikan Miroslav Klose dari bangku cadangan.

Namun sayang, meski tidak bisa dibilang gagal total, pesona Gotze seakan meredup dan tak tentu arah setelah perayaan pada tahun 2014 silam. Di Bayern Muenchen, dirinya seakan tenggelam oleh kencangnya arus persaingan dan masih saja ia kerap duduk menghangatkan bangku candangan di tiap minggunya. Hal yang mungkin selama ini tak pernah Gotze bayangkan kala masih berseragam kuning Die Borussia.

Dalam 3 tahunnya bersama Muenchen, Gotze menciptakan total 22 gol dan 14 assists. Hal yang tidak bisa dibanggakan untuk pemain penuh talenta sekelas Mario Gotze. Ia pun kalah bersaing dari Douglas Costa maupun Kingsley Coman yang notabene sama-sama berstatus sebagai pemain muda.

hi-res-71c5a61bc66abd702386c3918c66000a_crop_north

Angin segar sempat menyambut kala Pep Guardiola memutuskan untuk hijrah mencari petualangan baru bersama Manchester City. Gotze pun bahkan sempat menolak pinangan pelatih kesayangannya, Jurgen Klopp untuk bereuni bersama di Liverpool. Gotze memiliki kepercayaan diri untuk menembus tim utama Muenchen dibawah armada pelatih baru mereka Carlo Ancelotti.

Sayangnya, hal tersebut cuma jadi angan belaka bagi Gotze. Penampilannya yang mengecewakan di Piala Eropa 2016 bersama Jerman membuatnya kian terselimuti awan gelap. Sempat dipercaya menjadi starter pada laga awal menghadapi Ukraina dan Polandia, Gotze tampil melempem dan pada akhirnya juga kalah bersinar dibandingkan kompatriotnya Julian Draxler.

Pertanyaannya, apa yang membuat Gotze tampil dibawah standarnya beberapa tahun terakhir ini? Jawaban ini memang tidak 100% akurat, namun sepertinya ketidakjelasan posisi terbaik Gotze membuat pelatih sekelas Guardiola pun harus kehabisan akal memaksimalkan fungsi Gotze di lapangan.

Banyak yang mempertanyakan posisi terbaik Gotze saat tampil di lapangan hijau. Apakah Gotze adalah seorang gelandang serang murni? seorang inverted winger? seorang penyerang? second-striker? ataupun pemain no.10 dalam sebuah tim? Saya rasa bahkan Gotze sendiri kebingungan untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Potensinya yang luar biasa kini balik menjadikannya kewalahan untuk menemukan jati dirinya. Memang pada masa ini evolusi yang terjadi dalam memposisikan seorang pemain bukan lagi sebuah perkara yang asing. Namun evolusi tersebut harus diikuti oleh sebuah kejelasan dan hasil akhir yang baik untuk bisa dijadikan tolak ukur pasti kualitas dari pemain yang melakoni peran tersebut.

Pada akhirnya Gotze pun kembali pada keluarga lamanya di Borussia Dortmund. Di sana ia berpeluang untuk kembali menjadi aktor utama kebangkitan Dortmund bersama sahabatnya Marco Reus, serta Piere-Emmerick Aubameyang dan juga rekrutan baru dari Wolfsburg yang sudah tidak lagi asing denganya, Andre Schurrle.

Di usianya yang masih tergolong muda, Gotze bisa dibilang sudah mencicipi banyak hal yang pesepakbola senior lainya bahkan belum pernah rasakan. Namun hal ini juga menimbulkan kekhawatiran akan karirnya yang melesat terlalu cepat, hingga mungkin saja, kariernya juga akan meredup dan tenggelam tidak kalah cepatnya. Jika masih ingin memiliki karir yang sukses dan panjang, maka Gotze bersama dengan Thomas Tuchel wajib untuk memanfaatkan kesempatan keduanya bersama Dortmund secara maksimal.

Karena jika tidak, mungkin para peminat yang sedari dulu giat melirik Gotze akan memalingkan wajah mereka secara perlahan untuk mencari sosok pemain baru yang lebih berpotensial. Kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi adalah karirnya akan lahir dan tamat di tempat yang sama yaitu Borussia Dortmund.

Saya sendiri berdoa agar hal buruk diatas urung terjadi. Bayangkan betapa sayangnya jika kita tidak pernah melihat potensi maksimal dari sebuah harta karun bernama Mario Gotze di tempat lain selain tanah kelahirannya Jerman.

Pilhannya hanya 2.

Sekarang atau tidak Mario.

 

Popular News

IMG_4202
Sabar/Reza Juara Spain Masters, Menang Dramatis Lawan Malaysia
31 March 2024
Sabar Karyaman Gutama/Mohammad Reza Pahlevi Isfahani berhasil menjuarai Spain Masters...
8
Duet Gia dan Megawati Pencetak Poin Red Sparks Musim Ini
31 March 2024
Giovanna Milana alias Gia menyatakan tidak ingin mengucapkan selamat tinggal pada...
navii
NAVI melaju ke final Copenhagen Major atas G2
31 March 2024
Natus Vincere muncul sebagai pemenang semifinal kedua PGL Major Copenhagen, mengamankan...
fz
FaZe mengalahkan Vitality untuk mendapatkan tempat terakhir Major
31 March 2024
FaZe menjadi grand finalis pertama PGL Major Copenhagen setelah mengalahkan Vitality...
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter

SHARE THIS ARTICLE WITH FRIENDS

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on pinterest
Pinterest
Share on google
Google+

Leave a Comment

Your email address will not be published.