Tim nasional sepakbola Inggris itu adalah kesayangan para awak media. Saat mereka memiliki generasi terbaik sepanjang sejarah, saat mereka meraih hasil minor, saat mengalami kekalahan memalukan, saat bermain kurang apik, saat menang adu penalti, saat diragukan dalam pemilihan strategi dan formasi, saat meraih kemenangan, saat kalah di babak grup, kalah di semifinal Piala Dunia, saat menang menghadapi Jerman, saat akhirnya mematahkan kutukan 55 tahun lamanya. Semua hal di atas tanpa terkecuali menjadi santapan empuk awak media yang seringkali menggoreng berita tersebut hingga terdengar dan terkesan……sedikit lebai.
Namun, tentu bukan berarti apa yang ditulis media tersebut semuanya berlebihan. Di Piala Eropa kali ini, timnas Inggris berhasil menjawab ekspektasi yang dibebankan kepada mereka. Begitu banyak kisah romansa yang digoreng media sedari awal Piala Eropa bergulir. Mulai dari kisah bersatunya rakyat Inggris di Piala Eropa 1996, roda nasib yang berputar dengan Southgate selaku pesakitan di Piala Eropa 1996 sebagai pelatih Inggris masa kini, hingga tuntutan kepada para pemain bintang mereka seperti Kane, Sterling, hingga pemain termuda mereka Jude Bellingham dan Bukayo Saka. Beruntung, Inggris akhirnya menjawab semua tantangan tersebut dengan mengukir legenda musim panas tahun ini. Mengapa demikian? Bukankah Inggris masih harus bersua Italia sebelum kita bisa menyebut bahwa mereka telah menciptakan legenda?
Bagi saya pribadi, nampak tak banyak orang waras dengan akal sehatnya yang menjagokan Inggris di tiap turnamen besar yang mereka ikuti. Wajar saja mendukung Inggris dengan deretan pemain topnya. Namun biasanya mereka yang memilih mendukung Inggris yang kebanyakan adalah warga Inggris sendiri atau para fanatik Liga Primer yang memang lebih terekspos oleh sepakbola Inggris sepanjang tahun. Dan prestasi kali ini menjadikan Piala Eropa 2020 sebagai Piala Eropa paling ramai yang bisa saya kenang. Tentunya karena pemberitaan timnas Inggris yang sensasional dalam perjalanan mereka menuju final.
Tanpa harus menjadi juara, kita bisa menikmati bagaimana serunya gorengan berita media tentang timnas Italia dan Inggris menjelang laga maha besar Senin dini hari (WIB) nanti. Seperti yang kita tahu, 2 tim ini bukan unggulan di awal turnamen. Mereka lebih dianggap tim pesakitan yang hanya bermodalkan nama besar dan sejarah. Kini, keduanya akan bertemu dan siapapun yang menyaksikan Piala Eropa kali ini pasti setuju bagaimana kedua tim ini layak bertemu di partai puncak.
Inggris tentu akan berpesta apapun hasilnya nanti selama tidak sampai mempermalukan harkat dan martabat mereka. Bayangkan, anak kecil yang menyaksikan Inggris meraih gelar juara di tahun 1966 sudah memasuki masa pensiun mereka andai masih bertahan hidup hingga sekarang. Mereka telah melewati berbagai generasi dan pemgalaman hidup sampai akhirnya takdir membawa mereka kembali ke tanah perjanjian. Di ajang Piala Eropa, ini adalah yang pertama bagi mereka. Football is coming home sudah tak hanya nyaring di telinga tapi mungkin sudah digunakan secara berlebihan. Tentu hal ini tak bisa kita salahkan mengingat fanatisme para pendukung Inggris dan panjangnya penantian mereka selama ini.
Pada akhirnya, laga final ideal akan tersaji bagi kita semua. Jika memang Inggris mampu menang dan mencetak sejarah lagi, saya nampaknya akan kesulitan mencari tema judul bagi artikel yang akan dinaikkan nantinya. Tapi jika memang bisa, silahkan saja Inggris.
It’s coming home or coming to Rome. You choose.