Siapa yang menyangka bahwa Everton akan melumat habis Manchester City dengan skor telak 4-0 pada lanjutan laga Liga Inggris WIB semalam?
Bahkan 2 dari 4 pencetak gol semalam merupakan pemain muda debutan yang namanya mungkin nyaris tidak pernah terdengar sebelumnya. Saya yakin Anda tidak familiar dengan nama Tom Davies maupun Ademola Lookman.
Pep Guardiola harus rela melihat dirinya mengalami kekalahan tersebar sepanjang karirnya selama berlaga di liga nasional negara tim tempat ia melatih. Hal ini pun semakin mempertegas anggapan bahwa skema sebaik apapun akan sangat sulit untuk beradaptasi secara cepat di liga yang kata banyak orang, adalah yang terbaik di dunia. Atau mungkin lebih tepatnya, paling kompetitif di dunia.
Manchester City yang terlempar turun ke posisi ke-5 kini memiliki jarak 10 poin dengan sang pemimpin klasemen sementara Chelsea. Dan ketika ditanyakan mengenai peluang timnya untuk keluar sebagai juara, Pep secara tegas mengatakan bahwa peluang mereka untuk keluar sebagai juara kini sudah tertutup.
“Jarak 10 poin dengan Chelsea merupakan jarak yang sangat jauh. Saya sudah menjelaskan kepada anggota tim saya bahwa lupakan dulu posisi kedudukan klasemen sementara. Fokus pada setiap pertandingan berikutnya dan lakukan yang terbaik. Di akhir musim, kita bisa duduk bersama mengamati, menganalisa, dan mengevaluasi pertandingan yang telah kita lakukan. Dari sana kita bisa melihat perkembangan apa yang telah kita capai bersama selama ini”.
Kalimat diatas memang terdengar sangat klise. Namun Pep sepertinya berharap bahwa beban yang selama ini mungkin melekat pada dirinya serta anak asuhnya akan segera terlepas menyusul kekalahan telak mereka di Goodison Park kemarin. Setelah dielukan sebagai kandidat juara di awal musim menyusul kedatangannya sebagai salah satu pelatih tersukses di Eropa bahkan dunia, Pep dianggap masih gagal menelurkan gaya bermain yang sebelumnya berhasil membawa Barcelona dan Bayern Muenchen muncul sebagai raksasa kuat Eropa. Di Liga Inggris, gaya bermainnya kini malah dianggap membosankan dan tidak efektif. Kegagalannya meraih 3 poin ini pun menjadi awal mula kembalinya kritik pedas tersebut.
Memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pola permain Pep yang begitu mengagungkan penguasaan bola membutuhkan lebih banyak waktu untuk berubah sempurna menghadapi lawan-lawan mereka di Liga Inggris.
Sistem permainan yang begitu fleksibel serta membutuhkan mobilitas dan daya imajinasi tinggi tersebut setidaknya memberikan warna yang selama ini dianggap indah oleh mayoritas penonton sepakbola. Dan jika kini Pep Guardiola memilih untuk menyerah dan fokus menyelasaikan karya agung filosofinya di Manchester City, mungkin saja prediksi awal yang kita semua buat di awal musim kemarin harus kita geser mundur menjadi prediksi yang kita utarakan di awal musim 2017/2018 nanti.